The First Experience





“Kita dilarang mendahului nasib walaupun kita harus memetakannya, karena sang pemilik Waktu (Allah) akan mengkombinasikan unsur waktu, do’a dan usaha kita sebagai hadiahnya” (Andrea Hirata-Edensor)
            Rabu pagi (4/11) di tahun 2013, sekitar setahun yang lalu handphone mulai berdering tanda ada panggilan masuk. Tertulis dalam phonebook bahwa penelpon tersebut Heru Edi Kurniawan. For what?. Ini tentu telepon penting, tak sampai sebegitunya ada seorang presiden MITI-KM (Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia-Kluster Mahasiswa) menelpon staff barunya. MITI-KM, organisasi yang bergerak dibidang riset dan pengabdian masyarakat adalah satu dari beberapa lembaga yang ku ikuti selama menjadi mahasiswa. Meskipun, sejatinya masa kerja di MITI-KM selama 2 tahun artinya masih ada 1 tahun lagi berada di lembaga ini meskipun, toga sudah kukenakan. Okay, back from intermezzo. “Faisal, ada di Purwokerto g?” tanya mas Heru terburu-buru. “Ya, mas masih disini (Purwokerto), kenapa dan ada yang bisa saya bantu mas?”, jawabku meyakinkan. “Tolong, gantikan saya di hari Jum’at malam jam 20.00 ada agenda Sekolah Pemuda Bangsa (SPB) BEM Unsoed kebetulan saya ada agenda PPI dunia jadi ga bisa berangkat jadi pembicara disana?, bagaimana bisa tidak?, kosong kan?”, tanya yang nampaknya sangat terburu-buru. Dengan nada lirih sekaligus bingung terlebih posisi saya sebagai staff di wilayah, maka saya hanya jawab “Insha Allah, mas”. “Oke, tema tentang Technopreneurship dan nanti saya kasih tahu pihak BEM, bahwa yang jadi pembicara itu faisal dan slide akan saya kirimkan tapi, tolong diganti beberapa slide kalau menurutmu ga sesuai”.
            .............................................^^^^^^^^^^^^^^.........................................
            Selepas pulang kuliah ku check e-mail dan sebuah arsip masuk dalam inbox berisi TOR dan slide powerpoint. Proses unduh dimulai dan jreeeng slide terbuka terpampang di slide awal bertulis MITI dan Teknologi. Meskipun, sudah menjadi pengurus MITI-KM tapi sejujurnya saya sangat grogi membawa nama besar MITI sendiri. Perlahan, saya buka kembali materi public speaking dan tantangan yang bukan main. SPB? BEM Unsoed?. Mengunjungi sekre BEM pun aku tak pernah, bukan karena kudet tapi memang tak ada keperluan. Mungkin, inilah waktunya membuktikan kapasitas seorang alumni Profesional Leadership Camp tgkt. 2 dan Dauroh Kader tgkt 3. Tapi, mereka yang menjadi peserta SPB ialah mahasiswa dari penjuru Indonesia. And me? I was only repplied my president.
            Tak lama setelah kubaca dan ku pahami slide tersebut, tiba-tiba handphone kembali berbunyi. Kini, bukanlagi Mas Heru melainkan seorang teman lamaku yang sudah lama berkecimpung di BEM Unsoed. Annisa Fajar Utami, atau biasa ku panggil Afu. “Faisal, kamu beneran bisa ngisi di agenda BEM hari Jum’at?, kalau bisa mau berangkat jam berapa, nanti bareng dengan teman-teman BEM”, pertanyaan juga pernyataan. Ya Allah, kuatkanlah hamba-Mu ini. Aku menjawab “Ya, nanti saya kabarin lagi fu”. “Oke, semangat niat hati mengundang Dr. Warsito, malah Faisal ya udah jadi g usah repot-repot ngeluarin budget akomodasi”, tawa renyah yang keluar dari handphone mengakhiri pembicaraan singkat. Untung saja, memiliki teman di BEM kalau tidak bisa mati kutu dan mati gaya sebelum presentasi. Berkat, Afu pula akhirnya panitia tidak jadi me-cancel presentasi dari MITI.
            .............................................^^^^^^^^^^^^^^.........................................
            Jum’at pagi sebelum presentasi di malam hari, sengaja ku kosongkan agenda mulai setelah jum’atan hingga waktu tiba. Berdiam diri di laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan berkonsultasi dengan laborant, dosen, dan mas Angga (koordinator asisten saat itu). Akhirnya, ku putuskan meng-edit beberapa bagian slide. “Nah, yang ini sal kamu kan ga paham mesin jangan kamu masukan itu namanya “tong kosong” masukin sesuatu informasi yang kamu ga ngerti”, terang Mas Angga. Bahkan, murobbi pun pernah berujar “Minimalisir setiap informasi yang akan kalian sampaikan saat mengisi halaqoh atau mentoring yang bersifat bukan bidang kita, kalau sekedar menginfokan tanpa tendensi masih boleh tapi kalau sudah infonya abal-abal terus buat orang nanya, nah  itu akibatnya ntar jatuhnya bohong”. Akhirnya, ku ganti beberapa slide dengan bidang kultur invitro tumbuhan. Benakku berbicara “ya, ga jauh berbeda toh KIVT juga bagian dari pengembangan teknologi ada pake LAF, terus dah gitu planlet anggreknya juga bisa dijual terus kan kebetulan saya juga bisa dan paham”. Pilihan yang kemudian sangat tepat, karena mempresentasikan hal yang kita kuasai jauh lebih mudah (insha Allah) dan all-out dalam penyampaian.
            “Mana mas, pembicara dari MITI?”, tanya seorang panitia pada temanku bernama Dian. Memang, malam itu afu yang harusnya bertugas menjadi LO bagiku tak bisa datang tepat waktu karena ada agenda. “Sini, saya yang ngasih”, tukas Dian sambil menyuruhku mengisinya. Ya, alhamdulillah  beginilah enaknya punya teman di lembaga sebesar BEM. “Sal, ntar kalau ada keperluan apa-apa bisa panggil saya ya”, Dian meyakinkanku dan ku jawab dengan senyum hangat “Oke, bang”. Karena, kebetulan malam itu kedatanganku sebelum jam 20.00 bahkan sebelum Adzan Isya berkumandang. Try to best presentator, if not today, when again?. “Sudah siap sal?”, tanya calon moderator kepadaku. “Waw, Masya Allah Budi, jadi panitia juga?” tanyaku. “Haha ga sal, saya cuma diamanahkan jadi moderator!”, jawabnya. Tak pernah terfikirkan kembali, acara yang begitu besarnya dan moderatorku ialah seorang presiden BEM Fakultas Peternakan 2013. Terlihat, di sudut kiri sebelah tempat dudukku ada seorang pria parubaya yang ternyata menjadi tandem dalam panel diskusiku. Dialah Bapak Nurul (seorang dosen TI Unsoed). Alhamdulillah, kesempatan yang begitu langka bisa berada dalam panggung ini.
.............................................^^^^^^^^^^^^^^.........................................
            “Ya, sudah saatnya kita menggunakan teknologi sebagai tools untuk kemajuan ekonomi kita belajar dari bangsa Jepang dan Jerman”, tukasku sebagai penutup paparanku. Budianto memang pintar mendahulukan kesempatanku sebagai pemateri. Karena, setelahku bapak Nurul menjelaskan bagaimana mendapatkan dana untuk berinovasi dengan teknologi. Kebetulan beliau menjabat sebagai ketua Pusat Inkubator Bisnis Unsoed. Seblumnya disela acara sempat kutampilkan slide bergambar planlet anggrek, ruang kultur, LAF, autoklaf, dan rincian harga anggrek. Mungkin, inilah senjata ampuhku dalam presentasi kali ini. Walaupun, pada beberapa slide sempat terpampang gambar mobil TATA dan Hyundai. Sesi diskusi dimulai dan sudah kuduga Budianto mempersilahkan Bapak Nurul terlebih dahulu untuk menjawab. Alhamdulillah setidaknya, kalau dosen yang jawab pasti dianggap benar dan akupun tinggal menambahi beberapa point saja.
            “Apa saja yang pernah mas lakukan dalam kegiatan pengembangan teknologi ini dan apa manfaatnya?” tanya seorang peserta dari UNDIP. “Hal pertama sebagai pengalaman saya ialah terutama konservasi dan perbanyakan anggrek dan tanaman indigenous lainnya dengan menggunakan teknologi in vitro culture (padanan frase bahasa asing yang kugunakan agar tampak menarik perhatian), dari situ bagi saya terdapat pembelajaran bahwa lulusan biologi seperti saya dapat mengaplikasikan ilmu saya dengan pemanfaatan teknologi (saya lupa jika waktu itu belum lulus)”. Akhirnya, diskusi selama 30 menit pun berakhir dan keringat dingin yang pertama kali keluar saat presentasi mulai menguap. Alhamdulillah selesai juga. Beberapa peserta dan panitia menyalami kami saat turun dan berpamitan pulang. Tiba-tiba, nampak Afu sambil berlari “Faisal, makasih ya tapi maaf kita (Panitia) ga bisa ngasih apa-apa cuma bingkisan makanan”. Never mind, don’t worry. Tentunya hal yang beda dirasakan Bapak Nurul karena, beliau dosen dan alasan ke-etisan untuk isi bingkisannya.
            “Oke pa, alhamdulillah lancar foto agenda segera saya emailkan sebagai bukti dan ini saya minta izin bingkisannya buat saya ya pa?”, isi SMS ku pada mas heru yang kebetulan sedang di Thailand. “Oke, syukron ya ya nda papa”, jawabnya singkat dan mendalam. Hal pertama menjadi seorang pembicara dan Allah selalu menyimpan rahasia-Nya. Sebulan setelah acara tersebut, akhirnya saya bertemu dengan Mas Heru dalam sebuah kesempatan Temu Wilayah MITI-KM, dan berceloteh ria tentang acara SPB tersebut. Hingga pada sebuah statement nya “Iya, itu undangan masuk 1 minggu sebelum acara dan kebetulan sensei (panggilan guru dalam Jepang) Warsito sedang di Amsterdam pula, dan awalnya saya bisa tapi, ternyata ada undangan dari PPI Dunia untuk MITI. Jadi, ya mau bagaimana lagi namanya juga tugas untung kamu kosong sal dan untung saya ada link di Unsoed”. Kalau memang surat TOR presentasi itu ditunjukan kepada Bapak Dr. Warsito Puwo Taruno dan kemudian seorang mahasiswa semester 7 (di tahun 2013) sepertiku yang menggantikannya. Alhamdulillah dan rasanya tak bisa menyembunyikan pias merah dalam rona wajah syukur ini. Semoga di tahun-tahun berikutnya, bisa menjadi pemateri yang bukan lagi pengganti pemateri utama. Amiiin.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kombinasi Peluang

ASTER (I'M LIVING IN SCHOOL' MEMORIES INSIDE MY BODY-Part 1)

We Are a Superstar, and You?