Kombinasi Peluang




SEPERTI biasa Sabtu, dan seperti Sabtu sebelumnya. Adit sangat menyukai hari ini. Pukul 7 pagi dan seharusnya dia sudah masuk ke ruangan kelas. Namun, jadwal senam di lapangan basket depan sekolahnya memaksa dia untuk sementara tidak diizinkan masuk sekolah. Dengan kata lain, dia telat masuk.
            “Mana ini si Jejen suruh jemput di depan sekolah malah masuk duluan”, gumam Adit dalam hati.
            Terlihat sekumpulan siswa kelas 7 yang hendak senam pagi. Akal bulus Adit pun berjalan, melihat jadwal senam kali ini yakni siswa kelas 7.
            “Oh ya pa satpam, saya kan kelas 8 jadi ga ada jadwal senam pa”, nego Adit pada pa satpam.
            “Coba, mana buktinya?” Tanya pa Satpam.
            Hanya butuh sekian menit untuk bisa masuk ke sekolah. Tiba-tiba kerumunan siswa kelas 8 yang ramai menghalangi perjalanan masukku.
            “Dit, sini dululah ngobrol dulu tenang Pa Aman belum masuk kok di kelas B” Tohan mengajak ngobrol. “Oh iya dit, sini saya tunjukin”, imbuhnya.
            “Apa han?” tanyaku dengan penasaran.
            “Nah ni, siswi yang saya tunjuk itu siapa ya? Kenalin dong dit”, Tanya Tohan sambil mengedipkan mata.
            Siapa pula siswi itu, jangankan siswi tersebut wajahnya pun baru ku lihat. Tak pernah terlintas dalam pikiran Adit siapa namanya? Dan siapa pula dia?.
            “Ah, kamu han sudah saya mau naik dulu ke atas naruh tas dulu”, kataku sambil menepuk bahunya.
            “Wah, akhirnya master welcome”, tiba-tiba seluruh siswa kelas B menyambutku.
            Kunaon ieu?”, tanyaku dengan logat Sunda
            “Dit, sini dit kamu lihat kan siswi yang rambutnya dikepang satu itu”, tunjuk Endi pada seorang siswi.
            “Hm…ga kenal sih anak pramuka bukan?” tanyaku balik.
            “Maklum dri, orang baru kenal kemarin sore, itu namanya siapa…..”, Angga muncul.
            “Regiiiiinaaa………”, sontak serentak isi kelas begetar oleh kata tersebut.
            Ibarat buah simalakama, aku pun kebingungan hendak apa yang harus diperbuat. Alih-alih diam seolah tak pernah tahu kejadian apapun. Ternyata, hari itu juga memaksaku bertemu dengan siswi bernama Regina tersebut. Seakan seperti sebuah episode dalam sebuah film, kali ini sutradaranya ialah satu komplotan siswa kelas 8B. Menggelikan, harus menanggung karma tapi apalah hendak dikata. Namun, dari kejadian itulah di zaman dimana belum ada social media seperti facebook, twitter, instagram apalagi BBM dan Whatsapp maka media lisan ke lisan jauh lebih efektif.
            Satu kelas, hingga satu sekolah seakan memiliki trending topic yang sama yakni Regina. Itu semua merupakan konspirasi jahat menyaingi konspirasi jahat zionis. Solihin, dan Ibnu merupakan tersangka utama dan kini mereka tertawa terbahak sambil menulis request-request tak bermutu di radio SMP kami.
………………………………………………
            “Eh dit, ku dengar kabar katanya kamu sedang mendekati siswi adik kelas kita ya yang pemain basket sekolah itu!” pertanyaan retoris dari Ryan.
            Ryan merupakan partner-ku selama pramuka. Kemampuan kepramukaannya tak diragukan lagi dan tak salah menjadikanya seorang pratama (pemimpin, red). Siswa berdarah Jawa dan dilahirkan di Semarang merupakan anak seorang tentara. Selain itu, siapa yang tak kenal dengannya peraih juara 1 lomba Matematika sekabupaten. Namun, sepintar-pintarnya seorang Ryan tetap saja memiliki sisi kocak dalam hidupnya. Entah berapa kali dia harus mengganti ballpoint atau pensilnya karena tingkah anehnya saat berfikir yakni menggigit ujung tumpulnya.
            “Oh iya, hari ini bukannya ada latihan basket?” Tanya Bi Karni, salah seorang pemilik warung langganan kami berkumpul.
            “Hai dit, bagaimana kabarmu?” tiba-tiba muncul Adi seorang teman kelasku.
            “Baik di, mana angga sama tim bola kita?” tanyaku.
            “Oooo…akhirnya ketemu juga dit”, terlihat Angga sambil berlari “Dit, kita sudah bahas komposisi tim kita buat porseni bulan depan, nanti kamu fleksibel mainnya kalau jadi starter bisa atau cadangan dulu juga bisa soalnya kita yang kurang cuma wingerback”, sambungnya.
            Lega hati ini akhirnya bisa mempersiapkan jauh-jauh hari tim bola. Ini lebih karena sepakbola, basket, dan voli merupakan tiga cabang olahraga yang bisa membuat rating sebuah kelas dan individunya langsung meningkat. Semester lalu, tim kelas 8E siapa disangka bisa mengalahkan superstar basket kelas 8H. Sejak itu mereka membuat tim bernama streetball team dengan baju birunya. Seandainya satu semester saja kita bisa mendapat salah satu dari semua gelar cabang olahraga tersebut, tentunya semester depan kita bisa mempromosikan nama dan jersey tim. Tak perlu lagi membayar uang sewa jersey atau memakai kaus olahraga sekolah yang sudah lusuh.
            “Adit, kamu yang namanya Adit kan kelas 8B?” Tanya seorang siswi yang tiba-tiba muncul di belakang punggungku.
            Tiba-tiba lapangan sepakbola menjadi teduh dan angin berhembus sepoi-sepoi. Semua orang disekitar kulihat tersenyum sumringah. Kulihat wajah Bi Karni yang tersenyum sambil menunjuk ke arah belakang. Kulihat pula teman-temanku yang kemudian menyingkir dari meja warung dan berpamitan untuk melanjutkan latihan. Hanya Adi dan Angga yang kulihat, kemudian Angga menghampiriku.
            “Hm..Hm..tuh di belakang yang manggil tengok sana”, tukas Angga “Selamat dit, duluan mau lanjut latihan”, imbuhnya.
            Tak sempat kupakai sepatu sehabis latihan, tiba-tiba orang tersebut sudah berada di depanku dan membelakangiku sambil memesan segelas es teh. She is Regina. Persis dengan jersey tim basket Incredible milik SMP kami. Memang benar seperti fiml-film bergenre romance yakni semua menjadi lambat. Lambat hingga diam merupakan pilihan tepat dan berujung dia pun duduk berseberangan denganku.
            “Mas Adit, nih saya disuruh gina kesini”, ujar seorang teman gina.
            “Emmmm….terima kasih ya”, sambil senyum tipis entah pada siapa.
            Begitulah seterusnya di tiap hari Jum’at saat ku selesai latihan Pramuka dan saat itulah dia selesai berlatih basket. Kadang satu waktu dia memergoki latihan pramukaku di lapangan atau mungkin sebaliknya. Jika, tak sengaja ku terlihat olehnya dari ujung lapangan basket maka senyumnya yang selalu teriring sambil menyeka keringat. Drible, shooting, lay up, three point-nya selalu memukau. Dia sangat berbakat dan jersey merah-merah itu sangat cocok dikenakanya. Dari jum’at ke jum’at selalu berjumpa pandang, minim bertukar kata apatah lagi SMS atau telepon, terkadang kebingungan diantara kami.
……………………………………..

            Siang itu setelah sholat Jum’at begitu panas dan ku harus bergegas pulang ke rumah, karena melupakan pakaian renang. Berlari sebisa mungkin mengejar waktu, namun tiba diujung jalan.
            “Lagi dan lagi, dia”, gumamku.
            Berlari mendahuluinya atau tetap berjalan di belakangnya. Pilihan sulit, terlebih ku terbiasa berjalan cepat sehingga tak biasa berjalan terlalu lama. Jarak semakin dekat sebelum ku hampir melewatinya dan seperti sebuah gerak slow motion yang sering diputar pada sebuah gol dalam pertandingan sepak bola.
            Kawan mungkin kita pernah merasakan sebuah ledakan semangat yang meletup-letup dalam diri. Orang sekarang sering menggunakan istilah mood bosters untuk mewakili orang yang mampu meledakan semangat orang pada tingkat tak terhingga. Begitupun denganku kawan, pertemuan yang tak disengaja dan berlangsung sepanjang jalan menuju gang rumahku menjadi semangat baru dalam hidupku. Apatah mau dikata lagi, meski hanya bertegur sapa, bicara yang terpatah-patah, dan langkah yang kadang saling mendahului. Dia memiliki kharisma seperti nama tengahnya.
            “Gila, kau dit baru sekarang nilaimu 80 di olahraga, apalagi renang”, tukas Angga.
            “Ah, biasa aja ga”, jawabku merendah.
            “Gaya katakmu oke dit, sudah seperti katak beneran melesat seperti peluru”, tegur Endi yang baru saja ku kalahkan dalam lomba renang.
            Mood bosters meski istilah ini baru dikenal kini. Izinkan ku gunakan untuk masa lampau, istilah bahasa inggris yang populer ialah Past tenses. Kharisma seorang atlet, langkahnya hingga senyum tipis yang selalu meyapa pagi melejitkan adrenalinku saat itu. Jum’at itu ibarat sebuah bunga bakung yang akan mekar lalu benang sarinya meledak-ledak bertebaran. Itulah perasaan setiap Jum’at. Saat kupandangi lapangan basket setiap selepas latihan pramuka. Perempuan kecil dengan jersey merah sedang melakukan lay up dengan bola basketnya sambil menyeka keringat yang bercucur dan senyum yang mengembang setelah bola itu masuk ke dalam keranjang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ASTER (I'M LIVING IN SCHOOL' MEMORIES INSIDE MY BODY-Part 1)

We Are a Superstar, and You?