Masih ada impian


Orang bilang kebiasaan adalah sesuatu yang dilakukan secara berulang hingga mengendap dalam sanubari dan gerak langkah. Begitupun aku, masih ku ingat saat aku pertama kali membaca buku di luar pelajaran dan kurasa sensasi yang bergejolak dalam diri bagaikan burung yang siap untuk terbang ke luar sangkar. Impian melompat-lompat seakan ingin menggapai sesuatu dan semakin hari kian sadar bahwa potensi diri ini bisa senantiasa di upgrade. Ku selami novel-novel bahkan buku ensiklopedia, semuanya menaikkan rasa penasaranku keluar batas hingga guru biologiku bilang untuk ke depannya cukup saya saja yang mengajar (haha...rasanya masih ingat kata-kata itu). Dan harus ku akui pemikiran itu mirip dengan pemikiran zaman rennaisance di Eropa yakni membebaskan pikiran dari dogma-dogma tak masuk akal. Kemajuan lain ialah perlahan aku mulai mencoba menganalisis permasalahan dan studi kasus sehingga kemampuan retorika ku mulai dilirik siswa-siswa lain.

Zaman rennaisance pun berakhir bagiku ditandai dengan zaman kegelapan masa-masa setelah aku terkena penyakit tifus dan mesti dirawat di Rumah Sakit selama 1 minggu lamanya. Ah, kupikir akan tenggelam dengan ketinggalan pelajaran di awal perkuliahan, namun kini zaman Rennaisance bagi pikiranku kembali dibukakan oleh Allah. Ya betul Allah Subhanahu Wa Ta'ala lewat Rasul-Nya Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Salam. Loh kok bisa, orang Eropa identik dan mengagungkan Rennaisance dan Humanisme sebagai asas dalam kebebasan berfikir dan lepas dari dogma gereja. Itu mereka, bagiku yang baru mencoba belajar kembali bahwa Rennaisance ialah zaman dimana pikiran kembali disegarkan dengan mengembalikan segala macam aspek permasalahan kepada Yang Kuasa, yakni Allah dengan mengikuti Rasul-Nya. Kata orang, aku terlalu agamis banget sok ngeluarin hadits dan dalil padahal kuliah di perguruan tinggi negeri umum jangankan Islam mengambil fakultaspun yakni Ilmu Botani. Tapi, tak apalah Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu pun salah satu orang yang masuk islam yang palng akhir tapi dia bertekad untuk mengejar ketertinggalanya dengan mendampingi Rasul dari tidur hingga bangun. Alhasil, beratus-ratus hadits beliau riwayatkan. Luar biasa bukan.

Nah, nah tuh kan ngomong Islami lagi. Lah terus aku harus gimana sebagai seorang yang terlahir sebagai muslim alias muslim turunan (alhamdulillah ^ ^) tidak ada sosok lain lagi selain orang muslim itu jua yang diambil sebagai panutan tentunya yang jelas-jelas qualified bukan sembarang. Tapi, maksudku begini. Kita semua memiliki banyak kekurangan, ketika kita tidak masuk sekolah tertinggal satu dua atau tiga halaman pelajaran kita begitu mati-matian mengejarnya hingga kadang apa yang dipelajari mendahului yang akan diajarkan. Kalo ini luar biasa banget. Nah, begitupun dengan belajar agama apalagi Islam. Hidup sudah 23 tahun berjalan tak ada satu juz pun yang dihafal, waduh alamat malu karena siapapun kita akan menjadi imam apalagi laki-laki. Bahkan belum juga hadits yang dihafal minimal tentang bab niat. Waduh alamat, diragukan lagi. Makadari itu, setua apapun kita termasuk akupun akan tetap mempelajari ilmu agama ini dengan pegangan kuat karena, tak ada yang tahu esok kita akan seperti apa dan selama hayat dikandung badan selama itupula ada impian untuk minimal hafal beberapa juz dan bahkan mencoba untuk hafidz disamping ahli di bidang khusus ilmu duniawi pula. Tidak ada kata telat

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kombinasi Peluang

ASTER (I'M LIVING IN SCHOOL' MEMORIES INSIDE MY BODY-Part 1)

We Are a Superstar, and You?