Cerita Sendu tentang Hujan
Cerita Sendu tentang Hujan
Ada setetes demi
setetes air turun dari dedaunan di hujan sore ini. September tertanggal 7 dalam
penanggalan Masehi, di bulan yang sama ketika dua tahun lalu aku melangkah
keluar dari wahana keilmuan. Rintik hujan mulai menerpa lempengan-lempengan
seng, menimbulkan irama serupa tabuhan drum. Ku hirup aroma segar tanah-tanah
yang kesekian kalinya bertemu air dan seperti kata para peyair bahwa setiap
momen yang berharga itu, hendaklah berlangsung cepat. Begitupun dengan miniskus
keajaiban Allah ini. Aku senang denga “intro” dari seremoni hujan yang sendu
ini.
Sejak hari ibu
mengizinkanku menikmati hujan, seketika itu aku sering menghabiskan waktuku
bersama hujan. Aku berharap dan selalu mencoba mengikuti setiap rangkaian
seremoni jutaan butir air turun dari pintu langit yang kelabu. Jika kilatan
kadang muncul menemani mereka, aku lebih memilih menghabiskan waktu bercerita
dengan keluarga, dan teman sehingga kuanggap kilatan bagai original soundtrack
dari seremoni hujan itu sendiri sambil berbisik tasbih untuk menyambutnya.
Kesenduan hujan kali ini membuat burung-burung finch berkejaran, berlindung, dan berdiam dalam sarang yang ia
rajut selama puluhan hari persis didepan jendela kamar. Ketika jumlah mereka
banyak, mereka pasti berkejaran dengan awan kemudian hinggap di seutas kabel
dan seakan berbisik pada diri, ayo nak ini waktu yang tepat untuk belajar,
mengaji, membaca, dan menulis. Saat aku memilih membasahi sekujur tubuh dengan
curahan rahmat-Nya ini, aku selalu terngiang berada disebuah padang kehijauan
lebat di negeri yang teduh dan berlarian, serta bermain petak umpat dengan
kawan-kawan.
Bunga-bunga lili
laba-laba yang terbasuh oleh hujan menambah kesan glamor dan eloknya. Segar,
dan siap melontarkan polennya kemanapun percikan air hujan menimpanya. Tak
jarang ku intip keajaiban kecil dari Allah yang dititipkan bersama hujan.
Namanya ialah pelangi. Tak pandai aku bercakap frekuensi warnanya, belum lagi
panjang spektrumnya. Biarlah bagian itu menjadi kajian ilmuwan-ilmuwan fisika,
aku hanya menceritakanya melalui syair, dan semua orang bisa menggubah
tulisan-tulisan berdiksi anggun tentang pelangi. Bagaimanapun indah warnanya,
masih ada lagi sebetik harapan Allah dari hujan ini ialah berceloteh. Ketika
banyak insan memilih berteduh dan menikmati hujan dari jarak jauh bukan berarti
mereka membenci hujan. Bisa jadi, karena mereka memiliki cara tersendiri
menikmati hujan. Tengoklah ketika rangkaian momen mengagumkan terjalin dibalik
rintik hujan dan diatur sedemikian rupa oleh Sang Pencipta Hujan.
Ketika raut muka yang
kedinginan, dan diikuti gerak bibir yang kita perhatikan dari lawan bicara
kita. Saat itu, bisa jadi Allah menghadirkan teman baru dalam hidup kita yang
denganya bisa saja Allah membagikan rezeki-Nya lewat cara tersebut. Bahkan,
bisa saja jodoh kita merapat lewat langkah-langkah kaki kecil yang dituntun
Allah kala hujan tiba. Atau paling tidak obrolan sepintas itu akan menambah
daftar teman baru kita dalam kehidupan kita. Luar biasanya Allah. Itulah hujan
dan cerita dibaliknya. Cerita tentang aroma semerbak anggrek merpati yang
berbunga ketika hujan pertama turun setelahnya dan cerita Allah dari kesenduan
hujan.
Komentar
Posting Komentar