Be Yourself



Be Yourself


            JATIDIRI, ialah perhimpunan dari setiap sifat dan karakter yang melekat pada diri kita. Teori dari sebuah penelitian tentang jatidiri dikaitkan dengan usia seseorang. Semakin berjumlah usia seseorang, maka semakin matang pula seluruh sifat dan karakter yang membentuk jatidirinya. Kurun waktu antara 25-45 tahun merupakan usia produktif seseorang menemukan jatidirinya. Namun, tak selamanya teori benar meski dalam skala mayoritas hal itu terbukti. Usia di bawah 25 tahun, maka dikatakan ialah seorang remaja yang beranjak dewasa dengan segala perubahan fisik, dan psikisnya.
..αβΩ..
            MASIH terlalu jauh untuk membulatkan asumsi jika seorang siswa yang ketika masa SD nya duduk diam selalu menjadi kutu buku. Atau masih terlalu dini jika mengatakan bahwa siswa dan siswi yang begitu terkenalnya di SMP akan menjadi seorang artis di sinetron-sinetron televisi. Terlalu dini dalam jangka waktu 3 tahun untuk mengatakanya. Namun, seperti dalam sebuah film-film layar lebar seorang artis yang bahkan tak memiliki gelar pendidikan atau penyiar agama pun sangat menikmati peranya dalam durasi 2 jam. Begitupun himpunan siswa SMP ini sangat senang dengan peran-perannya yang selalu berganti tak jelas. Kemarin menjadi seorang pendiam, sekarang menjadi periang, esok entahlah akan jadi apalagi.
            Zaman ketika musik slow rock mulai meyalami amerika sana, maka imbasnya tak lama kemudian Indonesia mengalaminya. Era 80an, seorang musicstar terkenal bernama Elvis Pressley dengan gaya rambut jambul yang khas dibarengi dengan pakaian rapih dan kancing dibuka mendekati bagian dada ditambah celana khas yang di bagian bawah dengkulnya melebar sedangkan di bagian pahanya menyempit. Gaya celana inilah yang dinamakan cutbray. Ketika sang empunya gaya meninggal, selang 2 dekade lebih kemudian gaya celana tersebut mulai dipergunakan oleh siswa-siswa SMP, yang tentu saja mengikuti pemain band idola mereka seperti Sheila on 7, Dewa 19, Base jam, atau apatah lagi namanya. Para penjahit menumpuk orderan dari aneka rupa bahan agar dibentuk semirip mungkin dengan celana ala Elvis Pressley tersebut.
            Awalnya di tahun 90an hingga 2000 awal, seorang laki-laki sangat mengidamkan memiliki rambut lurus supaya bisa disisir mudah. Saat keinginan timbul, saat itu pula style gaya rambut dengan potongan belah dua seperti pinang dibelah dua menjadi begitu tren. Maka, hanya kalangan menteri dan pejabat yang memiliki gaya rambut bergelombang dan tentara yang cepak hampir botak saja yang selalu stagnan. Sedangkan, kalangan artis selalu saja seperti aktivis sosial yang dapat merubah gaya masyarakat. Berbagai racikan untuk mengoptimalkan performa rambut dimulai dari memakai minyak rambut, cream, hingga gel menjadi menarik untuk diperagakan. Rasanya menjadi siswa SMP saat itu mirip dengan unit percobaan dari sebuah perusahaan minyak rambut. Jika ada satu orang berhasil dengan sebuah produk, seketika itu pula mayoritas warga SMP menggunakan produk tersebut.
            Era berganti, sejak zaman reformasi kebebasan berekspresi diterapkan tak jarang jika ingin terkenal seseorang hanya memerlukan dua hal. Yakni, kalau tidak cerdas sekali ya mohon maaf konyol sekali. Konyol ialah ungkapan sopan untuk istilah berani malu. Era tersebut ditandai dengan munculnya banyak grup band baik yang hingga kini eksis maupun yang baru satu lagu kemudian esok tenggelam bak kapal karam. Mereka meninggalkan “barang” sejarah bagi masyarakat. Bagi siswa SMP yang menyukai musik rock, maka mereka terlanjur menggunakan gaya rambut “punk” dengan rambut yang berdiri semua. Mirip seperti orang kena setrum atau tersambar petir. Lawanya ialah gaya klasik dengan belah dua atau rambut belah sisi kanan-kiri. Namun, muncul pula golongan siswa konservatif yang justru lebih banyak. Ialah mereka yang terinspirasi potongan rambut gitaris grup band Radja yakni Moldy. Dimana, rambut bagian depan dekat jidad dibiarkan belah sisi atau belah dua. Namun, hanya setengahnya dan setelahnya rambut dibiarkan berdiri. Gaya ini perpaduan punk-klasik namun rentan rusak sehingga diperlukan cream atau gel. Oleh karena itu, industri minyak rambut yang hanya mengandalkan minyak menjadi turun produksinya saat itu. Kejamnya, gaya rambut saja dapat membuat industri kolaps.
            Celana cutbray yang awalnya menghiasi sudut-sudut toko pakaian dari yang termurah hingga termahal dari bahan kain hingga levis jeans kini mulai sulit dicari. Tak lain dan tak bukan, alasanya ialah sebuah tuntutan fashion. Kebangkitan musik rock di amerika membuat gaya celana mereka ditiru beragam elemen. Dan tentunya, sekelompok musisi Indonesia yang menamakan dirinya Ungu dan Nidji menjadi motor penggeraknya. Meskipun, musiknya pop romance namun, era celana baggy dimulai. Celana dengan model seperti pensil dengan bagian ujung dekat mata kaki yang mengecil kemudian dengan lipatan ke luar, seperti celana yang kepanjangan menjadi begitu populis bagi siswa SMP kala itu. Kemudian, celana jenis ini bertransformasi lebih ekstrem lagi, ketika band The Changcuters mulai terkenal di Indonesia. Celana dengan ukuran meyesuaikan lekuk kaki dan lipatan yang berubah dari ke luar menjadi ke dalam sehingga tak terlihat lagi celana kepanjangan menjadi tren hingga saat ini. Efeknya, bagi para industri tekstil dan penjahit harus mempelajari kembali tipe celana seperti ini. Karena, jika bahanya kasar dan pola jahitanya salah bisa bisa pemakainya mengalami lecet di kakinya.
..αβΩ..
            SISWA SMP jika diibaratkan rantai makanan, maka golongan ini menempati rantai makanan konsumen ke-2. Karena, konsumen tingkat ini mampu memilih warna, jenis, dan bentuk fashion style yang cocok bagi mereka. Namun, mereka juga ditempatkan disini karena mereka masih terlalu labil untuk mengatakan “cocok” dengan pernak-perniknya. Oleh karena itu, mereka selalu menjadi sasaran empuk sektor industri fashion.
            Bayangkan, kawan saat tahun 2005 semua siswa SMP nampak seragam dan satu terutama siswanya hanya berbeda ketinggian dan bobot dengan gaya rambut ala Ariel Peterpan (saat itu). Namun, memasuki tahun 2006 sekelompok siswa menginisiasi model rambut ala Moldy dengan cream dan gel yang mengkilap. Kemudian, tahun esoknya setelah munculnya seorang vokalis grup band ungu bernama Pasha berubah kembali gaya rambut siswa SMP di sekolah pinggiran ini. Transformasi ini memang tak banyak hanya ditambah pemangkasan habis dibagian sisi kanan-kiri rambut. Hanya dalam setahun semuanya berubah dari mulai ujung kepala. Tak ayal, beratus-ratus tukan pangkas rambut dari jalanan hingga perkotaan mulai membeli poster demi poster musisi band supaya tak ditinggal lari pelangganya. Begitu besarnya efek domino dari rambut ini, Amplifier effect istilah dalam dunia molekuler.
            Jika kini mulai muncul beragam sabun pencuci muka, maka tak lain ialah efek reformasi pula. Seharusnya dunia industri berterima kasih pula pada pentas reformasi Indonesia (berlebih nampaknya). Karena, sebelumnya jika seorang siswa-siswi SMP menggunakan hansaplast untuk menutupi jerawatnya. Sebenarnya agak heran pula, apatah hubungan hansaplast untuk menyembuhkan jerawat yang hingga kini belum ditemukan ilmuwan nampaknya. Uniknya awalnya jika hanya satu jerawat tak apalah ditutupi satu hansaplast besar, sehingga tak menjadi obyek pembicaraan khalayak siswa ramai. Seperti seorang siswa bernama Asep yang saban minggu memakai hansaplast besar dengan letak yang berbeda, dan ketika ditanya apa penyebabnya jawabnya singkat.
            “Sehabis jatuh dari pohon mangga”, jawabnya.
            Minggu depanya “Sehabis jatuh dari tangga setelah membetulkan atap rumah”.
            Minggu depanya “Sehabis jatuh saat belajar naik motor”.
            Maka, cara terbaik untuk mengetahui dibalik hansaplastnya ialah saat berwudhu karena saat itu ia akan melepasnya. Ketika jerawat itu makin bertambah jumlahnya, maka seperti Ali temanku. Potong saja kecil-kecil hansaplastnya dan tempelkan pada jerawat-jerawat itu. Sehingga ketika ditanya kenapa dengan wajahnya, maka jawabnya.
            “Sehabis terkena cipratan minyak goreng saat memasak telur dadar”.
            Bicara soal seragam sekolah terutama seragam putih dan batik rasanya semuanya seragam. Eittss, memang seragam tapi itu bukan berarti tak ada beda. Sebuah single band Ungu yang berjudul Demi Waktu dengan tampilan personilnya menggunakan baju berkerah dimana kerahnya tak dilipat dan sengaja dibiarkan berdiri. Tahun itupula, gaya tersebut menjadi trendsetter di kalangan siswa. Memang tak ada pengaruhnya dengan dunia perjahitan, namun memiliki pengaruh pada dunia kesopanan. Tahun berikutnya, grup band Ungu dilarang menghadiri acara di Istana kepresidenan dengan gaya pakaian tersebut.
            Sabuk atau ikat pinggang seperti satu paket dengan celana dan sepatu sebagai aksesori normal lainnya untuk mengikuti agenda belajar mengajar di sekolah sesuai peraturan Depdikbud (sekarang Kemendikbud). Lagi-lagi soal modifikasi mood fashion, jika sebelumnya tadi kita menyoal tren celana kawan. Maka, kali ini tentang gesper atau sabuk memang tak ada yang salah jika siswa memakai atribut lengkap. Namun, yang aneh dan menjadikan wakasek bidang kedisiplinan siswa geram ialah sabuk dengan mata sabuk yang besar dan beraneka bentuk sehingga harga mata sabuk lebih mahal dibandingkan ekor sabuknya sendiri. Ini bermula dari pakaian musisi modern rock seperti Superman is Dead, Superglad, Boomerang, hingga terkenal Slank dan Gigi. Kaos ketat dengan sabuk yang besar dan mata sabuk beraneka pola menjadi begitu tren dan siswa menjadi sangat percaya diri dengan trend semacam itu. Lagi-lagi, industri plastik, dan fiber menjadi punya pasar baru dalam membentuk pola mata sabuk. (Rasanya harus ada penelitian Industri dan Siswa..hehe)
            Menyoal sepatu, jika di era 80-an dikenal sepatu ATT dengan logo harimau dan tinggi se-mata kaki. Maka, sejak era 2005 mulai populer di negara beriklim tropis ialah sepatu dengan tinggi di bawah mata kaki dan karet bagian alas yang tebal sehingga bolehlah dikata semi-sport shoes. Ditambah kaos kaki yang tidak terlalu tinggi ya maksimal se-mata kaki. Ini berkebalikan dengan era siswa di tahun 70 hingga 90-an. Hal ini bisa dikaitkan dengan iklim tropis nan panas di Indonesia terlebih di Cirebon. Jika ditahun 80 dan 90-an, sepatu ATT digunakan karena, di zaman tersebut banyak demonstrasi di jalanan untuk melindungi kaki dari lemparan batu dan benda lainnya. Tak ayal di era tersebut, teoriku ialah efek Global warming yang didengungkan oleh negara-negara Industri sehingga jika tetap memakai sepatu panjang akan membuat kaki tak mendapat sirkulasi udara yang baik dan kepanasan.
..αβΩ..
            FASHION itulah orangnya yang membuat siswa-siswa SMP kala itu berubah-ubah mirip bunglon. Namun, fashion pula yang membuat sektor Industri laksana bensin bagi bahan bakar. Bunglon selalu berubah-ubah sesuai dengan habitatnya itulah teorinya. Jatidiri belum bisa ditemukan saat itu, seiring perubahan-perubahan selalu pada diri dan pernak-perniknya. Sehingga seperti ku kata diatas sebelumnya kawan, jangan terlalu cepat memberi asumsi pada mereka. Bisa jadi, potongan rambut “punk” namun, lekuk jalan sangat gemayu seperti pagar ayu menyambut kepala desa. Namun, masih ada sepersekian persen populasi yang memilih tetap dengan gaya-gaya normal dan fashion yang apa adanya. Entah karena, rambut yang tak bisa disisir sehingga apalah guna memakai cream atau gel. Atau karena, menerima diri yang memang dibalik kelebihan pasti selalu ada kekurangan. Mereka tak melulu kutu buku, pendiam, pemurung di kelas namun mereka bisa jadi siswa terpandai, atlet, hingga ketua OSIS. Be Yourself, itulah semboyan dari iklan permen penyegar mulut yakni Mentos yang populer saat itu. Bahwa kita akan kembali kedalam bentuk pribadi kita yang unik beda dengan yang lain, suatu saat nanti yang jelas tak peduli kata orang.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kombinasi Peluang

ASTER (I'M LIVING IN SCHOOL' MEMORIES INSIDE MY BODY-Part 1)

We Are a Superstar, and You?