Terbanglah......Dendelion (part 1)
Terbanglah......Dendelion
Alkisah di suatu padang
yang tandus, nampak tanaman dendelion kecil. Dendelion itu nampak telah
memasuki fase generatifnya dengan munculnya kuntum bunga. Padang yang tandus
memaksa Dendelion kecil itu segera berbunga dan mengakhiri hidup Dendelion.
Bunga yang indah pun mulai keluar dan perlahan semburat warna kuningnya menjadi
setitik oase di tengah padang. Sayang, seribu sayang bunga itu hanya bertahan
empat har
i. Tepat di Bulan Desember, padang tersebut menunjukkan keganasannya
dan sang bunga dendelion pun akhirnya tanggal dan terhempas angin.
Bulan demi bulan pun bergantian mengisi
waktu di padang tandus tersebut. Akhirnya, di bulan September hujan turun di
padang tersebut. Esok harinya, tak ada yang menyangka muncul tanaman-tanaman
berbentuk roset. Rumput liar? Bukan.
Hei. Bukankah itu seperti Dendelion yang hilang di Bulan Desember tahun lalu.
Rintik hujan pun kini menjadi teman akrab padang tandus tersebut. Ajaib, dendelion itu mulai berkecambah,
dan tumbuh. Awalnya satu, dua, kini tak terhingga. Mungkin sepuluh, atau dua puluh. Entahlah...yang jelas kini mereka semakin mendominasi padang
tersebut
.......................................
Tumbuhan annual dengan tipe bunga corymbos ini mulai rajin berbunga di
awal bulan Februari. Berbeda dengan desember tahun lalu, bunganya kini lebih
besar dan jika dilihat dari jauh padang tersebut mulai tertutupi warna kuning. Indah bukan?. Namun, seperti tanaman
tahunan lainnya, bunga pun mengering di bulan Maret. Petal kuningnya memudar menjadi putih dan mengering dan seperti
tipe bunganya. Bunga yang tanggal itu, kini berbentuk bola dengan biji-biji
yang mudah tertiup angin dan menyebar ke segala penjuru padang tersebut.
..........................................
Ternyata, siklus tahunan ini terjadi
serempak di setiap dendelion. Mati?.
Mereka tidaklah mati, hanya melakukan sebuah kewajiban siklus hidupnya untuk
tetap hidup di padang tandus itu. Tak lama kemudian, di Bulan Mei bij-biji yang
terhempas oleh angin mulai berkecambah. Jumlahnya lebih banyak dari dendelion
di bulan September lalu, bahkan 20 kali lipat di bulan Desember. Siklus ini
berlangsung terus, hingga mencapai bulan Desember lagi. Tapi, uniknya kini
jumlah dendelion semakin banyak dan padang tersebut pun mulai menghijau
kembali. Lihatlah indah bukan? Mozaik
kehidupan dengan perpaduan warna kuning dendelion dan coklat tanah.
............................................
Masyarakat China mengenal dendelion
sebagai bunga kapas, karena bijinya
yang mudah terhempas angin dan tumbuh dimanapun. Tanaman ini sederhana, tak
berbetuk pohon hanya semak dan tumbuhan bawah. Seandainya kita perhatikan,
siklus dendelion ini mungkin tak ubahnya dengan siklus hidup para pejuang pena
di kampus. Tertatih dalam keringnya kreativitas dan stagnannya inovasi, maka
tulisan pun menjadi mati dan hambar. Mahasiswa-mahasiswa hanya berfikir menulis
adalah skripsi. Menulis adalah laporan. Sudah
titik. Tak ada mozaik, tak ada warna. Bahkan, menulis adalah habit and behaviour mahasiswa elitis
(mahasiswa berprestasi saja).
......................................................
Kampus menjadi homogen dengan
pragmatisme akut. Ide tak pernah tertuang. Di tengah ekosistem kampus yang
tandus, mulai muncul seseorang yang tak ingin kalah dengan kalangan elitis. Dia
memang pandai, tapi sayang belum banyak dilirik oleh dosen. Mimpinya sederhana,
ingin menjelajahi dunia. Tapi, dia berfikir apakah hanya menjadi mahasiswa
berprestasi saja baru bisa mewujudkan mimpi-mimpinya. Tidak. Batinnya berteriak, zaman telah berubah. Siapa yang tak
pernah berani mengungkapkan ide dan mimpinya pada Allah, dia hanya pecundang
dan mengalah pada kemampuan terbaiknya. Pasti
ada potensi lain dari diriku. Lelah dia mencari potensi tersebut, hingga
akhirnya dia memasuki tahun ke-3. Dalam sebuah siklus strata sarjana, di tahun ke-3
sebagian besar mahasiswa sudah tak lagi memikirkan karya, ide, dan kalaupun
sempat mereka akan saling sikut memperebutkan gelar mahasiswa berprestasi di
kampusnya. Ya memang begitulah siklus, selalu berlangsung. Tapi, dia berfikir
sebaliknya, bagaimana kalau dia menciptakan siklusnya sendiri yang akan
mengubah wajah kampusnya.
.......................................................
Hari Jum’at, di Stasiun kereta sudah
hampir berangkat. Ini adalah perjalanan dia pertama kali ke Surabaya. Bersama
dengan seorang temannya, dia memulai goresan mimpinya. Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu. Niatnya sederhana, dia bawa
tulisannya dalam sebuah lomba karya tulis dan hasilnya luar biasa. Juara 3. Ya!!!!!. Tak ada yang
menyangka, bahkan orang-orang disekitarnya. Dia pajang foto-foto kemenangan dan
kenanganya di Surabaya. Uniknya, dalam sebuah tulisan itu dia menangkat sebuah
situ website buatan anak negeri kayakie.com.
Jauh dari problema yang dia geluti di kampusnya.
Komentar
Posting Komentar