The Anomaly of water

The Anomaly of water
“Dunia ini diciptakan dengan sebuah hukum keteraturan yang ditegakkan dibawah fondasi bernama sunnatullah, atau orang biasa mengenalnya takdir, Dan adanya kita adalah bagian yang tak terpisahkan dari hal tersebut. Selalu ada penjelasan”

Burung berkicau dipagi yang indah, seolah ingin berbicara kepada seorang siswa yang harus mau tak mau dan suka tidak suka berangkat ke sekolah di saat teman-temanya libur. Liburan yang menjengkelkan, meskipun ia tidak belajar sama sekali untuk hari ini bahkan sepekan kedepan namun tetap saja ia mesti berangkat ke sekolah, karena tugas spesialnya membantu tugas Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam menyukseskan Ujian Nasional kaka tingkatnya. Saat itu, tahun 2006 di hari senin entah tanggal berapa. Aditya Fei, seorang bendahara OSIS setengah berlari menuju sekolah tersadar waktu menunjuk pukul tujuh.

“Dit, kebagian kelas berapa kamu jadinya?”, tanya Ryan sohib karibnya
“Tak tahulah, mungkin kelas 9B atau yang lain lagipula pasrah aja ga mempengaruhi nilai”, jawab Adit sambil terkekeh mengetahui lawan bicaranya juga sainganya sendiri sekaligus teman dekatnya.
“Eh, sini gue benerin tali sepatu lue dit..keburu-buru ya sampe lupa beginian aja!” Adi menghentak sambil membenarkan tali sepatu Adit
“Oke, sudah kumpul semua jadi nanti setiap ruangan dijaga sama dua orang perwakilah OSIS dan setiap orang dapat formulir ini yang diisi sama pengawas sama dapat beberapa alat tulis kantor buat persiapan barangkali ada yang butuh”, perintah Pa Wahyu salah seorang Wakasek Kesiswaan SMP N 1 Ciledug.
Hari yang melelahkan setidaknya untuk menunggu begitulah dalam benak adit, untungnya temanya adalah Adi dan Ryan. Setidaknya mereka menjadi pelipur kesepiaan untuk teman bicara.
“Dit, ke kantin dulu yu dah sejam ini masa disini mulu lagian dah da yang ngawasin juga sama mereka juga paham kok”, ajak Adi pada Adit. “Yu, yan laper nih konsumsi belum datang jam seginian mah”, kali ini giliran Ryan yang diajak.

Perjalanan ke kantin ternyata mengundang banyak mata yang menyaksikan, entah apa yang ada dalam benak mereka semua. Tatapan demi tatapan dan terkadang bisikan setiap saat mulai sering ku tangkap baik sengaja maupun tidak sengaja baik dari kaka tingkat hingga adik tingkat. Oh, Tuhan!. Apakah yang sebenarnya terjadi. Terhitung sudah kedua kali adit berurusan dengan hal yang tak pernah terjadi dalam hidupnya sebelumnya di usia yang masih beranjak remaja. Pertama, saat perkelahian antara eki seorang kakak kelasnya di 9A yang tak sengaja terkena smash bola voli padahal motif dibaliknya adalah menyerang dirinya karena masalah klasik remaja labil yang bernama fans. Kedua, saat ia juga mesti berurusan dengan  kaka tingkatnya kelas 9E yang juga karena hal klasik yang sama.

Hmmmm....beginilah hidup ditingkat teratas puncak popularitas, suatu hal yang diidamkan setiap siswa entah disadari atau tidak. Tapi, jauh dibalik itu semua ada sebuah titik yang menjadi cermin pemantul dalam hidupnya. Ini terjadi ketika kejadian adit beranjak naik dari kelas 7 ke kelas 8. Jauh sebelum dia bergabung ke OSIS, dimana ia hanya anak ingusan yang sering tidak dianggap oleh setiap siswa terlebih ketika di luar kelas. Merasa terkucilkan dalam komunitas mini di Pramuka dan sangat jauh dengan teman-teman di kelas membuat Adit bertanya dalam hati, apa yang hendak takdir ini ciptakan padahal ketika SD hampir seluruh murid memperlakukanya istimewa hingga main di setiap waktu, dia tak pernah alpa kecuali sakit. Kondisi ini bagaikan 1800 dimana, ia tak pernah diajak untuk bermain ke rumah temannya, dan hanya didekati ketika pekerjaan rumah alias PR teman-temanya menumpuk.

Semua dimulai ketika, seorang teman pramukanya bernama Rastum mengajaknya masuk ke dalam OSIS. Sebuah wadah populer dalam rating siswa-siswi, tak sembarang yang bisa masuk bahkan jika boleh diurutkan tingkat kepopuleran siswa di sekolah Adit saat itu ialah dari mulai OSIS, Ekskul basket, Ekskul Musik, Paskibraka, anak-anak yang sering masuk ke BK, Pramuka, dan bisa dikata yang terakhir ialah anak-anak pintar nan pendiam meskipun masih ada golongan siswa-siswi yang entah masuk apa digolongkan di kelompok paling bawah. Saat itu, keterbukaan pikiranya dan banyaknya tugas OSIS, karena ia masuk ke pengurus harian membuat ia sering pulang sore. Selain hari Jum’at ketika latihan Pramuka. Selain itu, ketika dia disuruh menjadi ketua kelas di kelas 8B. Pertemuanya dengan berbagai kelompok siswa dan komunitas di sekolahnya karena pulang sore menjadikan link bergaulnya menjadi luwes dan terkoneksi lebih jauh.

“Eh, kapan euy main playstation nih mumpung siang habis dzuhur kosong bolehlah, ditempat kamu kan dit yang biasa langganan”, pinta Ryan yang terlihat raut memintanya.
“Pulangnya main basket sore, gimana?” tanya Adi sambil menambah penawaran seolah menjadi bumbu pemanis
“Ah, ga taulah euy pingin tidur soalnya semalam filmya bagus jadi baru bisa tidur tengah malam gue”, jawab Adit dengan nada setengah menolak
“Oh, film Catatan Akhir Sekolah? Di Indosiar bukan”, tanya Adi sambil memastikan.

Adit yang biasa bekerja dalam hening sehingga pekerjaan dapat terselesaikan tepat waktu dan tidak mengganggu aktivitas belajarnya di sore hari. Nampaknya, mulai merasakan kejenuhan dalam menikmati rutinitasnya, di sisi lain semenjak dia sering pulang sore hari ia merasakan adanya aura keriangan dan kegembiraan dari macam-macam aktivitas ekskul dan komunitas yang sering berkumpul atau hang out di kantin sekolah, lapangan basket, radio sekolah, atau di lapangan sepak bola. Keterkejutan Adit tak hanya sampai situ, dia melihat raut wajah yang lepas dari beban tugas sekolah dan juga tawa-tawa kecil bukan hanya dari siswa yang selama ini ia anggap sebagai siswa menengah ke bawah melainkan juga oleh siswa yang tergolong pintar, seperti Ryan, Galih, Ratih, Intan, atau siswa lainnya. Luar biasanya lagi, mereka semua memiliki nilai yang cukup stabil bahkan diantaranya menjadi pesaing utamanya meskipun temanya.

Pikiranya sedikit menerawang jauh, apakah yang membuat dia untuk tidak mencoba berkumpul dengan mereka untuk sekali dua kali?, berlepas dari tumpukan buku dan fokus mendengar setiap ucapan mereka atau bahkan bermain basket dan bola seperti yang mereka mainkan. Bukankah, mereka yang bermainpun awalnya tidak bisa dan tidak tahu teknik menendang atau men­-shooting bola basket. Hanya saja, karena mereka memilih ekskul tersebut hingga sering berkumpul bersama akhirnya mereka menjadi lebih mahir dibadingkan yang lainnya. Terlebih lagi, yang dilarang oleh ibunya hanyalah supaya tidak merokok. Tentunya kegiatan positif ini perlu dicoba.

“Weiii, ayo ayo kumpul di masjid dah ditunggu Pa Wahyu noh buat bagi angpao”, teriak Geboy yang seolah tak peduli di dekat kantin ada kelas 9I yang juga sedang melaksanakan UN.
“Siap ah, sabaraha (berapa, read) boy?” tanya Adi.
“Yuh ah, mangkat (berangkat, read)”, ajak Ryan.
“Siap, euy lumayan buat main sama beli jajan di Bi Karni, ha ha ha”, Tukas Adit.

Setiap siswa saat itu memiliki banyak cara untuk menjadi populer dari mulai yang memang ekstrim pintarnya hingga ekstrim tindak kejahatannya hingga hampir dikeluarkan. Untuk cara yang kedua, nampaknya Adit tak sepaham, karena ia amat sayang dengan potensi yang ia sadari dimilikinya dan menjadi daya tarik bagi siswa yang lainnya untuk berteman dengannya. Lagipula, itu akan menodai nama baik OSIS dan Pramuka sebagai organisasi yang membesarkan namanya. Akhirnya, ia pun mencoba bergabung dengan komunitas-komunitas di setiap sore bahkan ekskul lain, meskipun tak setiap hari ia ikut nimbrung paling tidak jadwalnya tiap pekan selain hari Jum’at adapula hari lainnya. Hingga dari situlah, mulai terbuka banyak pintu pertemanan yang Adit miliki dari nama satpam sekolah yang mulai dekat dengannya hingga tukang jualan es cendol yang jadi langganan ketika pulang sore untuk melepas dahaga seharian.

Adit pada satu titik mulai berkompromi dengan apa yang ia rasakan dan lakukan bahwa untuk menjadi seorang yang sangat pintar sangatlah sulit bahkan itu adalah kesombongan baginya dan menjadi gap antara ia dengan siswa lainnya di komunitasnya. Maka, pilihan untuk menjadi seorang yang pintar namun tetap bergaul alias eksis menjadi pilihan yang tepat. Hal ini tak bisa dipungkiri olehnya sejak berkenalan dengan senior-seniornya yang kelas 9 melalui komunitas itu atau teman sebayanya. Adit pun mendapat kesempatan belajar bersama dengan mereka bahkan tak jarang yang berkunjung ke rumahnya atau membayar jasanya. Apalagi di masa itu ditahun 2006, handphone masih merupakan barang langka bagi seorang siswa SMP bagi mayoritas siswa. Entah karena, kemampuan ekonomi orang tua mereka atau karena siswa-siswa belum merasa perlu terhadap alat komunikasi tersebut.

Radio menjadi alat komunikasi untuk meningkatkan rating kepopuleran saat itu, yang awalnya tak disadari oleh Adit dan beberapa siswa lainnya. Tapi setelah frekuensi Adit sering pulang sore dan bermain dengan teman-teman lainnya ditambah kaka sepupunya bekerja di radio milik SMP. Alhasil, arus hilir mudik request di radio menjadi topik hangat di keesokan harinya saat sekolah, bahkan sebelum hari H biasanya, kaka sepupunya sudah memberikan info jika ada request untuknya atau teman-temanya. Seperti air yang ketika dipanaskan dari suhu 00C akan mengalami sifat keanehan di titik 40C dan para ilmuwanpun menamakannya sebagai sifat anomali air. Saat itu, air akan memiliki massa jenis yang rendah dan bentuknya tidak keruan. Selalu seperti itu. Tapi, itu adalah fase air untuk menjadi matang dan selalu dilewati untuk berubah menjadi air yang bisa dikonsumsi oleh kita, bahkan ketika dipanaskan hingga ke suhu 1000C.

“Alhamdulillah, dapet 5000 lumayan nih buat beli fried chicken ala Bi Karni”, sumringah Dani setelah mendapat upah hari ini
“Kalo, sehari 5000 berarti kalo seminggu bisa 30.000 nih, lumayan buat jalan-jalan ntar ke kota”, tukas Intan
“Okelah, kemana nih kita sekarang yan, di, tum?” tanya Adit pada mereka bertiga yang kelihatan kembali bersemangat setelah cemberut di kantin.
“Gimana, kalo main ke rumah Galih aja ke Cibogo baru setelah itu main playstation?” Ryan melakukan penawaran kembali.
“Bolehlah yuk”, jawab Geboy.


Kesenangan sangat tampak diwajah Adit ketika teman-temanya lolos dari jeratan remedial nilai Fisika dan Matematika. Bahkan, beberapa teman-temanya mendapatkan nilai yang cukup memuaskan hampir sama dengannya. Awalnya, dia tak sadar dari proses membantu mereka dengan mendistribusikan jawabanya kepada mereka hingga akhirnya mereka sadar untuk meminta rumusnya saja hingga akhirnya mereka mau untuk diajari. Kemajuan yang lebih progress bagi dia adalah diterimanya ia dalam komunitas dan pergaulan dalam skala yang lebih luas. Saat itu, seluruh siswa mulai mengenalnya sebagai seorang anak kecil (karena, ukuran tubuhnya yang kecil) yang bisa dibilang langka. Siswa pintar, nakal, dan aktif. Meskipun dibalik itu semua, ada kegemaranya yang sulit dihilangkan yakni waktu untuk membaca buku yang belum diketahui oleh teman-temannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kombinasi Peluang

ASTER (I'M LIVING IN SCHOOL' MEMORIES INSIDE MY BODY-Part 1)

We Are a Superstar, and You?