Espressiologist - Pagi di Celebes
“Bola matanya pasti menyimpan suatu keajaiban
yang tak ku pahami, namun dia selalu
bisa mengajakku berlari kencang, meski seharusnya ku yang mengajaknya
– What a wonderful words (Sang Pemimpi)”
Pagi dikelilingi pohon – pohon Livistonia chinensis (aka palem ekor
tupai) dan merasakan aroma yang berbeda ditengah kawasan Karst terbesar kedua
di dunia. Maros, inilah tempatnya. Kawasan 120 Ha yang disulap dari taman
safari menjadi Agrobotanical Garden
sejak 2007. Kalau ku pikir, pasti ini semua gara-gara ilmuwan aneh Alfred Russel Wallace yang membuat garis
khayal dan mengatakan pada Charles Darwin
bahwa flora dan fauna di pulau berbentuk huruf K ini memiliki keunikan
sendiri. Bahkan, evolusionist itupun
tak pernah sekalipun mengunjungi pulai itu. Pulau itu diberi nama Celebes (aka
Sulawesi).
Sejujurnya, yang ku pahami disini ialah
keanehan yang bukan seperti Wallace
katakan. Lihatlah disini, orang menggembala sapi seenaknya saja. Seakan
Republik Indonesia ini hanya miliknya dan sapi-sapinya. Jika orang di Jakarta
sana, sudah bersiap-siap untuk berangkat saat setelah Subuh. Begitupun kami,
Selepas Subuh kami (aku dan teman) sudah mempersiapkan parang di samping kiri
badan kami, ditemani kayu besar. Terlihat seperti orang konyol jika kamu berada
di pulau Jawa. Parang dan kayu itu untuk menakuti sapi dan anjing yang kadang
masuk ke dalam kebun raya. Salah seorang dari kami, telah bersiap menjaga pintu
pembuka dan layaknya gerombolan Anthelop
di Afrika, sapi – sapi itupun berlari sangat kencang dan wuiiiishh. Secepat kilat pintu pun langsung ditutup. Meskipun, ku
jamin saat sore hari entah bagaimana sapi dapat masuk kembali.
Sebuah riset dari Universitas Texas di
Amerika nun jauh sana, mengatakan meskipun flora di Celebes sini memiliki
banyak keanehan. Tapi, hanya 15% saja mewakili keanekarangaman flora di
Indonesia. Itu artinya, jika dibuat tabel peringkat maka Sulawesi merupakan
pulau dengan keanekaragaman terendah di pelosok nusantara ini. Lihatlah karst
ini, satu-satunya keajaiban yang Allah turunkan dibumi Sulawesi ini letaknya
ada di gugusan batu putih nun panas saat musim kemarau. Tapi, janganlah
berkecil hati. Berapa persenpun yang dimiliki pulau ini, merupakan pesona
tersendiri. Setidaknya di laporan akhir kami nanti jika koleksi tumbuhan kebun
raya tak bertambah siginifikan. Salah satu alasan pamungkasnya ialah rendahnya
keanekaragaman tersebut.
Percayalah, baru kali ini ku melihat
sebuah ladang anggrek Nervilia
terbesar selama ini. Mungkin hampir 100 Ha dari mulai Nervilia aragaona, punctata, hingga Nervilia plicata aneh yang berbulu dapat ditemukan denga mudah disini.
Percaya pulalah, hal pertama saat memasuki kawasan kebun raya ialah kita tak
lebih pintar bahkan dari pegawai tanaman sekalipun. Cinnamomum, Syzygium,
Flacourtia saja belum bisa membedakanya. Bahkan Zingiber, Alpinia, Curcuma, Kaempfiria, Haedycima, hingga Costus. Matilah saat kita sombong di
kebun raya. Karena, saat itulah cahaya ilmu dari Sang Pemilik Ilmu tak jadi
turun ke kening kita.
Kurasa, pagi disini memberi kesan
mendalam. Kicauan burung, gemuruh awan yang saling berarakan yang bisa kulihat
bebas, bahkan meskipun hujan turun ku dapat mendengar suaranya jauh sebelum
awan mendung dan hujan sampai ditempatku berdiri. Persis didepan pintu mess
kami, berdiri gagah Livistonia,
Mangifera, Flacourtia, Kigelia, dan Alstonia
scholaris. Semoga pagi yang Allah janjikan untuk memberi penghidupan dan
semangat untuk makhluk-Nya akan selalu kita dapati.
Komentar
Posting Komentar