Kemana Langkahmu Akan Mengayun (Dendelion Part 2)



Kemana Langkahmu Akan Mengayun


“Indonesia harus berfikir sebagai sebuah imperium besar dengan skala jangkauan dunia (Anis Matta)”

Tulisan demi tulisan mewarnai seantero kampus, inilah zaman keemasan kampus biru. Baliho, dan spanduk ucapan selamat dan terima kasih silih berganti di tiap bulannya, seperti sebuah berita yang di up date setiap harinya. Press release kian ramai di web site fakultas, mengganti hari yang sepi dengan hiruk pikuk yang ramai. Roda pun menggeliat kampus yang tadinya terkenal dengan laporan, tugas terstruktur, dan praktikum kini bereksitasi ke orbit yang lebih luas lagi, inilah budaya menulis (Writing culture).
.................................................
Sejatinya kampusnya ini sudah terkenal dengan budaya menulis, namun semakin hari dengan meningkatnya jadwal perkuliahan budaya itu bergesar. Copy-Paste Culture , istilah yang sudah lazim dan bukan hal yang tabu bagi seluruh mahasiswa di kampusnya. Perjalanannya ke Universitas Airlangga, Surabaya membukakan jalan pikiran bagi seluruh mahasiswa. Bahwa perjalanan kampusnya itu dengan segenap kebiasaan mahasiswa harus di up grade bukan lagi untuk praktikum, materi, textbook, men-download jurnal, mengutip, menjadi laporan kemudian dijual ke tempat loakan setelah lulus. Dia kemudian menyemangati para mahasiswa muda, dan kalangan seangkatan dengannya bahwa kampus ini bukan lagi centre of excellent (pusat kaum intelek), tapi harus melompat menjadi centre of movement (pusat pergerakan, dimana kaum intelek tidak lagi berkumpul dan individualis melainkan harus bergerak bersama membentuk sebuah entitas budaya). Sebagian mahasiswa yang terkena magis kharismatiknya menamkan budaya ini budaya menulis.
.........................................
“Apa yang sebenarnya bisa dijual atau layak dimuat dalam karya tulis bagi seorang biolog?”, pertanyaan yang selalu meluncur tak karuan kepadanya. Dunia ini memang terasa begitu sempit, seperti ruangan rental komputer dengan sekat-sekat berukuran 2x1 m. Mata kita tak pernah bisa melihat ke luar, terisolasi, dan individualis dalam sekat tak berujung. Pertanyaan ini muncul setelah kepulanganya dalam sebuah lomba sekaligus konfrensi pemuda di Universitas Gadjah Mada, beserta kedua orangnya. Mafhum saja, dia mengikuti ajang konfrensi pemuda yang diadakan oleh Keluarga Mahasiswa Sosiologi (KMS), sedangkan dia biolog. Ah, tapi kenapa diperdebatkan pula bukannya esensinya itu dia telah berusaha menembus barrier dengan bantuan katalis sosial.
............................................
Dalam hati orang siapa yang tahu selain orang itu sendiri?. Begitupun dia, terlintas dalam benaknya bagaimana mengangkat nama kampusnya dengan bidangnya sendiri. Berat. Ini seperti beberapa pemain sepakbola kelahiran Indonesia yang lebih memilih bermain untuk negara lain yang menjanjikan untuk tampil di Piala Dunia, dibandingkan hanya di Indonesia. Realita akhirnya mempertemukannya dengan ajang prestisius sejagad kampus PIMNAS (Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional) di Universitas Hassanudin, Makassar. Dia dan sekian banyak temannya yang akhirnya lolos mengangkat sebuah tema besar pemanfaatan alga merah untuk sosial-masyarakat. Ini untuk pertama kalinya dia melihat awan berarak-arak di bawah kakinya dan angin membelah tubuhnya. Allah memang akan menolong hamba-Nya yang berusaha. Kepulangannya ke kampus, dia dan teman-temannya disambut bagaikan pahlawan perang Badar.
.....................................................
Mungkin inilah jawabnya mengapa sebuah tindakan baik jauh lebih bernilai dibandingkan seribu nasihat emas. Pasca kepulangannya, memberikan efek akumulatif bagi kampus terlebih kultur akademis. Banyak orang yang memiliki IP/K tinggi bahkan menjulang hingga menembus angka 4, ada pula mahasiswa yang bersusah payah menyeimbangkan UKM dengan IP/K hanya dengan sekedar angka 2,5 atau 3,00 saja sudah mengucap “Alhamdulillah”. Tapi, pasca kejadian PIMNAS itu mulai muncul era baru, kemunculan sekelompok mahasiswa baru dengan trend baru. Mereka memandang IP/K harus berbanding lurus dengan kontribusi pemanfaatan ilmu bukan lagi sekedar implementasi berjubelnya laporan dan SKS mata kuliah yang diambil. Kampanye-kampanye ide mereka lebih fresh ketimbang aktivis akademik yang memandang IP/K hanyalah tujuan akhir, bahkan lebih recommended untuk mereka aktivis organisasi yang setiap waktunya bergulat dengan pengembangan organisasi, kaderisasi, pelayanan, dan sebagainya tanpa memperdulikan dirinya sendiri.
................................................
Dia pun sadar bahwa langkahnya akan memiliki follower di kemudian hari, maka untuk sedikit menyempurnakan langkah itu ada sebuah lompatan besar. Mahasiswa Berprestasi. Ya,inilah lompatan besar tersebut. Ini bukan semata-mata simbolisme bagi pemegang IP/K diatas 3,00. Melainkan, pandangan empiris dan pembuktian eksistensi kelompok baru pimpinannya tersebut di kampus. Alhasil, dia berhasil menggapai lantai ke-3 dalam podium dan berhak mengibarkan bendera pembuktian bagi kelompoknya. Seperti Jepang yang mulai melakukan restorasi di Era Meiji, atau Dinasti Abbasiyah yang mulai membangun imperium peradaban di Era Harun Ar’Rasyid. Maka, UKM tempatnya pun mulai muncul benih-benih kelompok baru nan terbarukan tersebut. Unit Kegiatan Mahasiswa Islam dan Unit Penelitian Ilmiah, dua buah unit kegiatan mahasiswa yang mulai membangun peradaban tersebut. Khusus bagi UKMI (penulis, red), tanpa mengurangi job description sebagai sebuah Lembaga Dakwah Fakultas, UKMI merekonstruksi sebuah budaya dimana dakwah fardiyah bukan lagi semata berisi angan-angan yang ditawarkan belaka, melainkan dengan sebuah pembuktian kerja nyata. Mesin kaderisasi pun bergerak dengan semangat terbarukan Islam, Qudwah (Panutan), Pengetahuan, dan Karya.
................................................
Apresiasi yang besar ditunjukkan oleh salah satu rekannya dalam wadah ukhuwah di UKMI yang di amanahkan menjadi mas’ul  LDF. Amanah strukturalnya sebagai sekretaris umum, tak menghalanginya untuk menarik massa dalam barisan dakwah. Justru, dijadikan sebagai eksistensi keahliannya dalam menulis dan menarik simpati. Kemunculan kelompok mahasiswa baru ini saya namakan Kelompok ketiga. Kelompok ini, memang tidak membentuk sebuah komunitas atau sebuah UKM. Namun, ciri khas dari kelompok ini bisa dilihat dari semangat mereka dalam mencari masalah disekitarnya, menganalisis, dan mencari solusi, kemudian menulis. Kelompok ketiga menjadi lebih berkembang, ketika terjadi alih jabatan pembantu Dekan 3 fakultas. Dr. Agus Nuryanto, yang hingga tulisan ini dibuat masih menjabat sebagai PD3, memberi apresiasi bagi kelompok ini bahkan tak main-main empat orang pernah diberangkatkannya ke luar negeri untuk mengikuti Exchange/ Short course.
.........................................................
Perjalanan masih berlanjut, sekuat kaki mengayun dan kemudian kaki itu menginjakkan ke institusi pendidikan terbesar se-Indonesia, Universitas Indonesia (UI). Tuntutan regenerasi yang semakin dia sadari, membuatnya lebih memilih anggota muda angkatan 2012 untuk menemaninya. Sederhana, simpel, easy going, just do the best, dan luwes. Tak banyak yang menyangka, akhirnya tim barunya ini meraih juara ke-2 dalam bidang pendidikan. Di saat yang lain, banyak mahasiswa dari kelompok ketiga ini pula yang melanglang buana ke seantero Indonesia. Sebut saja Faisal Anggi Pradita, salah satu mahasiswa yang dia ajak ke UGM kini melangkahkan kakinya ke UNY, untuk mengikuti UNY Scientific Fair. Ajie Wicaksono, partnernya di UGM pun lolos PMW dan akan segera memulainya. Mas Agus, yang lolos dalam PKM-AI, dan lainnya. Seperti yang sudah diprediksi oleh banyak kalangan dan pengamat di kampus, era baru bagi kelompok ketiga ini dimulai dan muncullah biology spring.
....................................................
Tugasnya di tingkat fakultas mungkin sudah mendekati masa akhir, seiring semakin meningkatnya jumlah semester. Ini pun menjadi tantangan bagi pribadinya, dimana eksistensinya di bidang karya tulis harus sejalan dengan karya abadinya saat sarjana, yakni skripsi. Namun, seperti sebuah tuntutan dan Allah menggariskan hal yang lain, ia mulai mendapat panggilan dari beberapa UKM Penelitian di fakultas lain, bahkan tingkat universitas untuk workshop penulisan. Nampaknya, kini dia mulai melakukan remapping the university, bukan lagi tingkat biology spring. Jauh lebih luas Unsoed spring, lebih revolusioner. Untuk menampung potensi yang besar tentunya perlu wadah yang besar pula, dan karena itu dia di amanahkan di Sekretaris Umum Unit Kegiatan Kerohanian Islam (UKKI). Jejaring sosialnya bukan lagi sebatas biologi, namun patron yang dia lihat ialah universitas. Seperti semboyan yang penulis berikan diatas Islam, Qudwah (Panutan), Pengetahuan,dan Karya berdampak pula pada wajah dakwah di era 2012-sekarang. Tak jarang, banyak temannya yang minta tolong untuk sekedar mengoreksi abstraksi, bahkan memintanya bergabung dalam tim.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kombinasi Peluang

ASTER (I'M LIVING IN SCHOOL' MEMORIES INSIDE MY BODY-Part 1)

We Are a Superstar, and You?