(Coba) Membaca Zaman: Antara Imajiner dan Deja Vu


(Coba) Membaca Zaman: Antara Imajiner dan Deja Vu
“Sesungguhnya Allah akan membangkitkan bagi umat ini pada setiap seratus tahun sekali, orang yang akan memperbarui Din mereka untuk mereka” (H.R.Muslim diriwayatkan dari Abu Hurairah)
“Itulah alasan kenapa saya memilih Muhammad menjadi tokoh berpengaruh nomor satu sepanjang masa, karena pengaruhnya bukan hanya pada sisi agama, tapi juga pada sisi intelektualitas pembentukan karakter manusia di setiap zaman, meskipun dia telah mati” (Komentar Michael Hart saat ditanya Tokoh Berpengaruh di Dunia?)
Abad demi abad dilalui oleh sekelompok manusia yang menamakan dirinya Muslim, perjalanan panjang yang tak tahu kapan akan berakhir. Berlepas diri hanya pada Rabb dan mengabdikan hidup hanya kepada-Nya dan ajaran Rasulullah, menjadi pilihan yang membuat muslim tetap hidup dan menebarkan aroma kebaikan. Nicholas Sarkozy, presiden Prancis di tahun 2004 mengeluarkan larangan memakai atribut keagamaan dalam hal-hal pu
blik, termasuk Jilbab. Musthafa Kemal Atatturk Pasha di tahun 1924 membangun gerakan sekuler Turki dan meruntuhkan hegemoni Islam dalam simbolisasi publik. Soeharto di tahun 1980-an membuat sebuah “pemaksaan” asas tunggal pancasila kepada publik. Perang Dunia 2 dalam rentang 5 tahun, sejak 1942-1947 membantai muslim di Bosnia. Revolusi “Syiah” Iran di tahun 1979, mengakhiri sosialis era Shah dan mengganti menjadi Republik Islam Iran oleh Ayatullah Khomeini. Rentetan sejarah, yang setidaknya merefleksikan, kemunduran umat Islam dalam rangkaian tahun. Tapi?dimana sekarang muslim? Masih adakah muslim?. ADA. Lugas, dan tegas seakan tak peduli bentuk negara, jenis mazhab, dan berbeda kepemahaman. “Sunni atau Syiah?”, masalah internal yang selalu digulirkan di setiap tahun, dengan parameter yang berubah dan tetap. Dan rasanya tak perlu dijawab, jika kita sudah paham terkait Sirah Nabi, dan hadits serta Al-Qur’an. Keterbelakangan, fundamentalis, tradisionalis, anti modernitas dan banyak lagi penyematan serampangan pada jati diri muslim. Seandainya, muslim ialah tradisionalis dan anti modernitas, bagaimana mungkin keberadaanya tetap ada hingga sekarang?. Bagaimanakah pula Michael Hart mengatakan Muhammad menjadi orang nomor satu berpengaruh di dunia, padahal dia ialah pemeluk nasrani?.
Tahun 2012, agresi militer Israel terhadap Palestina. Iron dom, roket, rudal, spy flier, berbagai teknologi canggih dikerahkan Israel. Masihkah muslim palestina hidup?,ternyata MASIH. Lalu, zaman apakah ini?. Seakan-akan muslim seperti suatu sel yang di mitosis berulang-ulang lalu, dibunuh satu persatu. Hanya sebuah perlombaan dalam mempercepat regenerasi dan pembunuhan generasi. Lalu, seperti inikah zaman sekarang?. “Akan ada disuatu zaman setelahku, ketika muncul pemimpin yang zhalim terhadap rakyatnya, hukum Islam yang mulai ditinggalkan, hingga umat muslim yang mulai menjauhi Islam”., lalu, apa yang harus ku lakukan tanya Hudzaifah kepada Rasulnya “Seandainya hanya kau yang hidup di zaman itu pegang eratlah sunahku seperti kau menggigit akar pohon”. Tahun ke-15 setelah hijrahnya Rasul ke Madinah, terdapat dua peradaban besar di dunia Romawi dan Persia. Siapa yang tak tertarik untuk menduduki Istana putih ke-Kisra-an Persia, siapa pula yang tak tergoda dengan gemerlap luasnya daerah Romawi. Setelah peristiwa pemecahan batu di perang Khondaq, akhirnya Persia jatuh ke tangan muslim, dilanjut Romawi timur di Byzantium. Era demi era kekhilafahan setelah itu bermunculan, mungkin tepat rasanya pilhan Rasul ketika meninggalkan umat (Muslim, red) ini dengan dua prototype yakni Abu Bakar, dan Umar.
Era khulafaur rasyidin, dimana masih ditemui sahabat Rasul yang mengetahui amalan-amalan Rasul. Mereka bahu membahu membangun pondasi, yang sudah sebelumnya di bangun Rasul. Karakter Islami, dengan pendekatan Qur’ani, Ilmiah, dan Ke-manusiaan yang dilakukan Rasul menjadikan kuatnya pemikiran dan perbuatan para sahabat. Inilah generasi terbaik, dengan hard skill dan soft skill yang alamiah dan sesuai fitrah. Tak mudah membentuk, rasa saling berbagi hingga muncul “masyarakat” Anshar yang rela membagi dua harta mereka untuk saudaranya Muhajirin. Begitu lamanya membentuk karakter orang yang kuat bahkan syaitan pun lari melihat Umar bin Khatthab. Kuatnya pemikiran Abu Bakar, yang dididik langsung melalui safari dan rihlah bersama Rasul. Tingginya rasa malu dalam diri Utsman bin Affan, menjadikanya takut berbuat sesuatu yang tidak dilakukan Rasul hingga Al-Qur’an yang dipegangnya ketika ajal menjemputnya. Bijaksananya, menantu Rasul Ali bin Abi Thalib saat memilih pilihan dalam menengahi permasalahan persaudaraan. Itulah hasil didikan Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasalam.
Karakter-karakter pondasi pembangun peradaban, yang kemudian diteruskan oleh generasi Umayyah. Masihkan, relevan?. Ternyata, masih ada orang-orang seperti Muawiyyah bin Abu Sufyan, dan Umar bin Abdul Aziz yang menegakkan sunnah dan menghapus trend bodoh di dinasti Umayyah. Ketika cahaya Qur’an turun ke dahi-dahi para ulama seperti Abu Hanifah, menandakan kuatnya karakter Bani Umayyah. Selama dua tahun, setelah kata “setelah ini, takkan ada syaitan yang duduk di kursi ini (khalifah)” tutur Umar bin Abdul Aziz. Maka, setelah itu pula tak ada korupsi, tak ada lagi suap, tak ada lagi cacian pengumpat kepada Ali radhiyallahu ‘anhu. Sayang, kondisi persaudaraan tanpa batas membuat Umayyah dikudeta oleh golongan berpakaian hitam yang akhirnya mendirikan Dinasti Abbasiyah (keturunan Nabi dari Bani Abbas, bukan Ali). Baghdad menjadi patron bagi Abbasiyah yang selama 150 tahun dikesampingkan oleh saudaranya Umayyah. Masihkah, kita menyebut muslim relevan?. Ternyata, masih ada orang-orang seperti Harun Ar-Rasyid, Muhammad Idris As Syafi’i, Malik bin Anas, dan Ahmad bin Hanbal, dan lainnya. Ke-ilmuan dan pembukaan diri terhadap aspek budaya di dunia, menjadi ciri khas di zaman ini. Majelis-majelis Ilmu di kota-kota seperti Baghdad, Fustat, Damaskus, Madinah, dan tak lupa Mekkah mulai tumbuh. Tak ada teknologi canggih, tapi yang ada kemauan yang canggih di setiap muslim terutama ulama. Sayang, terlalu terbukanya dinasti ini pada budaya-budaya luar membuat mereka dibungkam sendiri oleh produk budaya hasil peradaban, yakni Mu’tazilah dan Syiah.
Sinar Islam mulai redup, ditengah penyerbuan Jerussalem oleh tentara Kristen cikal bakal Freemasonry. Menjulangnya menara di tugu Emas Bhosporus menandakan keangkuhan Romawi Timur, yang sulit terjamah saat Harun Ar-Rasyid mencoba menyerangnya di abad ke-2. Tumbuhnya cikal bakal kedaulahan pertama syiah yakni dinasti Fatimiyah, yang menghegemoni Mesir kian menjadi. Muncullah kemudian Nurrudin Az Zanki, dan Shalahudin Al-Ayyubi, dari Dinasti Ayyubiah merampas kedaulahan syiah di Mesir, dan menumpas tentara zion di Jerussalem. Masihkan, kita menyebut muslim relevan saat Jerussalem direbut Israel?. Muhammad Al-Fatih dari Dinasti Utsmaniyyah muncul mendobrak jahiliyah Romawi di Byzantium. Sayang, Utsmaniyyah tenggelam dengan makar dan propaganda fitnah hingga meninggalkan Hagia Sophia sebagai museum dari awalnya masjid. Lalu, kenapa dengan zaman ini?, kemana daulah-daulah itu? Semangat? Buku-buku tebalkah yang tersisa?.
Bukankah, mentari yang kita lihat hari ini masih sama dengan mentari yang umat Islam lihat 1000 tahun lalu?. Beragam cara dilakukan mulai, dari ideologisasi Islam, penyatuan Umat, penguasaan teknologi, dan penguasaan Ekonomi. Tagline besar yang dibuat semua ulama di seluruh dunia, namun sudah relevankah kemudiah cara yang kita lakukan?. Adakah itu semua memperoleh hasilnya?. Imajiner kah?. Sesuatu yang dikhayal-hayalkan kah ide besar tadi.
Nuklir, adakah negeri Islam selain Iran yang notebene Syiah menguasainya?, Adakah minyak milik negara Timur Tengah menjadikan kekayaan mereka melebihi kekayaan Rostchild family sehingga mampu memerdekakan negeri Islam lainnya?, Sulitkah muslim memiliki kemampuan dalam penguasaan teknologi, sehingga memakmurkan negera Islam lainnya?. Imajinerkah semua ini, meski kejayaan umat ini akan tetap hadir meski kita tidak memperjuangkannya. Sungguh, ide besar itu harusnya sesuai dengan kemampuan dan kapasitas objeknya, hingga tak muncul rasa imajiner atas setiap ide. Mampukah merubah rasa imajiner itu menjadi kenyataan, karena cukup lamanya waktu sejak Rasululllah hingga Sultan Abdul Hamid 2 (sultan terakhir Daulah Utsmaniyyah) menegakkan dien ini dengan berbagai inovasi di berbagai bidang. Imajinerkah, muslim saat ini melakukan hal tersebut dalam menegakkan dien hingga Islam menjadi Sokoguru dan Rahmatan lil ‘alamin kembali di muka bumi.
Singkat cerita, mungkin berbicara peradaban Islam kita seperti berhadapan dengan kaca besar. Jika peradaban Islam, dideretkan sejak zaman Rasul hingga Daulah Utsmaniyyah dihadapkan pada kaca itu. Maka, akan muncul bayangan sebaliknya dari Daulah Utsmaniyyah hingga ke zaman dimana dien Islam tegak kembali. Mungkin dimulai dari zaman penuh propaganda dan fitnah pada muslim sama seperti fitnah Yahudi-Nasrani pada daulah Utsmaniyyah yang kita alami sekarang. Lihatlah di media-media, hampir keseluruhan membawa nama dan menjual nama muslim terlebih saat pemilihan pimpinan nasional. Muslim dijadikan senjata dan muslim pula yang dijadikan korban. Hampir sama di zaman akhir Utsmaniyyah. Selanjutnya, mulai gencarnya serangan-serangan rudal HAMAS dan FATAH ke pusat kota Israel, mungkin menandakan zaman yang sama dengan Dinasti Ayyubiyah, dimana terjadi perebutan wilayah Jerussalem dan pengusiran tentara zion kembali ke Skotlandia. Selain itu, mulai munculnya toleransi beragama dimana gereja tidak dimusnahkan, sinagog tidak dihancurkan, dan memberi pilihan jizyah atau hukuman pada mereka non-muslim. Selanjutnya, mulai banyak jalur peralihan bahwa muslim sekarang tidak cocok dengan tradisi muslim zaman dahulu. Hingga muncullah syi’ah itsna imamiyah yang menandakan awal Dinasti Fatimiyyah. Ayatullah Ali Khomeini, Ayatullah Sistaini, dan Ayatullah Khasini menegaskan adanya Revolusi Syiah bagi setiap orang syiah yang ada di seluruh dunia. Apakah mungkin ini menjadi peristiwa selanjutnya setelah penguasaan Jerussalem. Secara global, hal ini dikawal oleh Republik Islam Iran, Republik Suriah, dan Irak. Masa setelah penguasaan Syiah selesai, mungkin muslim akan mengalami peristiwa bergelimangnya dan bertebarannya ilmu pengetahuan persis sama dengan daulah Abbasiyah dahulu. Mulai dibangunnya observatorium, perpustakkan besar di zaman tersebut. Hal ini ditandai dengan penemuan-penemuan besar yang mampu melintasi zaman seperti Internet, dan sebagainya. Era kemudian digantikan dengan sistem kekeluargaan untuk mengamankan ilmu pengetahuan baik agama maupun umum, persis sama dengan yang dilakukan Daulah Umayyah, hingga akhirnya ada kembali pemurnian ajaran dan penyebaran ajaram murni yang dibawa kembali dalam rangkaian munculnya Imam Mahdi, dan pemurnian akal dan hati bagi para penganut Nasrani dalam rangkaian munculnya Nabi Isa ‘Alaihi Salam.
Wa’allahualam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kombinasi Peluang

ASTER (I'M LIVING IN SCHOOL' MEMORIES INSIDE MY BODY-Part 1)

We Are a Superstar, and You?