ASTER (THE WAY OF BECOMING ORDINARY PERSON)

Aster - Mendamaikan Ikatan (Menjadi Biasa)

"Karena, kita tak bisa selalu meminta orang lain menyukai dan memikirkan hal yang sama dengan kita"

Keterikatan (Dependency) ialah sebuah kondisi yang menjengkelkan dan mengekang kebebasan diri. Terlebih jika keterikatan itu ialah untuk sebuah pengakuan diri dari hal-hal materiil dan instansi-instansi manusiawi. Pelan-pelan, ku mulai belajar melepaskan ikatan-ikatan dan berdamai dengan masa-masa lalu yang takkan bisa dibawa dalam kehidupan hari ini. Kini, aku tak ingin melihat ikatan-ikatan itu sebagai hal-hal yang menguasai diri dan membentuk siapa aku. Simpel, aku ingin melihat hal itu semua sebagai sebuah pelajaran hidup dari tahapan kedewasaan.

Keterikatan harusnya tidak selalu dikaitkan dengan kepedulian bukan berarti tidak peduli ialah tidak terikat. Justru, tidak peduli terhadap ikatan itu ialah penghormatan terhadap kejadian masa lampau dan semua atribut yang mengiringinya. Bertahun lamanya, aku selalu merasa memiliki keterikatan dengan setiap sekolah yang ku tapaki, setiap peristiwa yang ku alami, semua organisasi yang pernah ku ikuti. Hingga akhirnya terlalu banyak ikatan yang mengekang membuatku sulit dan berat dalam melangkahkan kaki hanya untuk satu hari saja. Terlalu banyak pertimbangan, terlalu banyak pikiran hingga kadang tak bisa bertindak ialah pilihan. 

Keterikatan memang harusnya dilandaskan pada sebuah realita dan renungan mendalam, bahwa selayaknya keterikatan itu bukan pada sekolah yang kita pernah diami, tempat kerja yang pernah kita naungi, atau orang-orang yang kita temui. Jauh, lebih jauh lagi bahwa keterikatan itu ialah penemuan bahwa semua ekspresi hidup itu digariskan oleh sesuatu Yang Maha Kuasa, yang berhak kita menggantungkan tali-tali harapan hanya pada-Nya, Allah.

Aku belajar bagaimana sakitnya luka ketika dikucilkan oleh sekelompok guru-guru ku di perkuliahan di Indonesia. Namun, akhirnya aku pelan-pelan sadar bahwa resah dan gelisah itulah yang aku cipta sendiri. Ku mulai melepas ikatan-ku dengan mereka, peristiwa, dan atribut yang menghiasinya. Aku tahu itu adalah hak mereka untuk 'membenci' keputusanku 8 tahun lalu, pula itu hak mereka untuk menjadikanku 'kambing hitam'. Semakin lama aku belajar dan berjuang membuktikan pembenaran, semakin akhirnya ku merasa 'berdamai'. Aku tak lagi peduli dengan masa lalu yang tak bisa ku ubah perasaanya, rasa dan warnanya, hingga orang-orangnya. Biarkan itu memang seperti apa yang telah terjadi. 

Bahkan, aku pun tak perlu susah payah membuktikan 'ke-eksistensi-an ku' pada mereka dan tempat kuliahku dahulu. Aku bersyukur dan lega sudah sedikit melepas hal yang dulu kuanggap 'kewajiban' pada bahuku. Begitupun, pada setiap tempat studi dimana ku menimba ilmu. Tak ada kewajiban padaku, untuk membuat mereka 'mengingat' ku. Ternyata, inilah 'kelapangan hati' dan 'keluasan pikir' orang-orang biasa yang ku idamkan. Bukan membenci, aku sama sekali tak ingin membenci mereka, masa lalu, dan segala tempat dimana masa lalu itu tinggal. Aku hanya 'membiarkan' mereka berjalan dijalanya, begitupun ku berjalan dijalanku hari ini, di tempat ini, bersama orang-orang yang ada sekarang. Jikalau ada persimpangan yang membuat ikatan-ikatan masa lalu itu 'menyapa' diriku, aku akan mencoba menjawabnya dengan sesuatu yang tak berlebihan. 

Sederhananya ialah, ketika almamater lama ku meminta dan memanggilku untuk bercerita maka tentunya itu kehormatan bagiku. Aku akan mencoba menjawabnya, tapi akupun takkan menunjukkan eksistensiku pada mereka semua sebagai ikatan-ikatan masa laluku. Biarkan mereka sendiri yang mencari siapa aku, karena bukan urusanku lagi untuk menunjukkan siapa aku kepada ikatan-ikatan itu. Aku hanya ingin menjadi orang-orang biasa pada umumnya yang mampu menjadi ayah hebat di rumah untuk anak-anaku, suami teladan untuk istriku, muslim yang mencoba taat dalam agamanya semampu mungkin, mahasiswa PhD yang melakukan riset, publikasi, konferensi, diskusi di kampus ku saat ini, menjadi anak yang berbakti pada orang tuanya, hingga menjadi teman bagi teman-temanku. 

Aku bahagia dapat menimba ilmu di Unsoed, Purwokerto. Aku bahagia bisa berorganisasi dan mendapatkan ke-ilmuwan di organisasi mahasiswa. Tapi, bukan berarti pula mereka 'harus' berterima kasih padaku ketika aku sudah lepas dari rumah lama dan sukses di rumah baru. Kini aku lebih memilih 'membiarkan' apa yang hendak mereka lakukan karena itulah jalan mereka. Aku pun akan dengan fokus dan rilek 'menjalani' apa yang ada di hadapanku. Tugasku menjadi mahasiswa di rumah lamaku sudah selesai dan aku pun pelan-pelan melepas ikatan itu, bukan tugasku untuk menunjukan siapa aku pada mereka dan bukan tugasku pula mengingatkan tentang aku pada rumah lamaku. 

Jadi inilah yang akhirnya dinamakan 'Ikhlas tak bertepi', menggantungkan 'ikhlas' itu pada yang sejatinya kita mesti gantungkan rasa, Allah. Kewajibanku ialah apa yang Allah titipkan padaku hari ini. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kombinasi Peluang

ASTER (I'M LIVING IN SCHOOL' MEMORIES INSIDE MY BODY-Part 1)

We Are a Superstar, and You?