Kolase Keberanian dan Keyakinan
Kolase
Keberanian dan Keyakinan
“Bangkitlah,
Lupakan luka dan Raihlah Hari ini”
Tanggal 7 April 2018,
tepat 2 hari setelah hari lahir di usia yang ke 25 di pusaran impian,
keyakinan, dan do’a. Aku berdiri di sebuah hall hotel dengan setangkup asa yang
kujejalkan dalam diri dan ku lampirkan dalam do’a, diiringi senyum sang
pendamping hati sebelum keberangkatan. Hari ini setelah sekitar dua tahun aku
mulai berbenah terhadap diri, dan hari ini pula aku mengambil sebuah lompatan
menantang diri sendiri untuk mengikuti tes bahasa Inggris bernama IELTS. Subuh
menyambutku dengan penuh pertanyaan “Siapkah kau akan hari ini?”, dan ku
berbisik lewat angin sembari menatap wajah Istri yang tersenyum “Insyaallah
bisa”, dua penggal kata yang istri ucapkan sambil menyunggingkan kedua
bibirnya.
Berkali-kali aku
mencari celah dan untuk kali ini tiada lagi untuk berkata TIDAK terhadap tes
ini. Pengapnya siang, dan bisingnya suara yang hilir mudik menginterupsi
keyakinan ini perlahan coba ku lewati meski ku tahu ini bukanlah penghujung
melainkan awal dari sebuah keyakinan terhadap pencipta. Berkali-kali pula Istri
menyemangati bahwa tiada yang tak mungkin dan Allah Kuasa-Nya Maha Luas dan
Maha Teliti terhadap setiap pekerjaan hamba-Nya. Sering pula, diri tersungkur
dalam kelelahan pikir dan hendak menyerah terhadap perjuangan. Memang, hasil
itu berlum tertera jelas melainkan ada sebuah bentuk keyakinan mendasar dan
sederhana “Bukankah ada Allah Yang Kekuasaanya melingkupi langit dan bumi dan
tak ada satupun yang luput darinya”.
Pernyataan-pernyataan
penyerahan dan penyesalan muncul tetiba di kala waktu latihan yang kadang tidak
cocok, berharap kabar gembira datang sebelum usaha. Namun, Allah nampaknya
memiliki kehendak yang lebih besar untuk memberikan waktu luang untuk memaksimalkan
usaha diri dan menaruh sepenuh harap pada sisi-Nya. Terkadang, aku selalu
berfikir bahwa usaha ini akan ku maksimalkan hingga aku mendapatkan nilai
sempurna berkali-kali yang membuat hati ini puas. Namun, kenyataan yang Allah
ajarkan sangat luar biasa mengingatkanku ketika prosesi menikah setahun lalu.
“Tak ada yang sempurna”, begitu kata Istriku setahun lalu, maka aku pun
memberangkatkan diri menuju kepada ampunan dan pertolongan-Nya bahwa
menginginkan kesempurnaan yang berlangsung abadi ialah kemustahilan. Oleh
karena itu, sudah saatnya aku beranikan diri untuk mengikuti tes yang walau
bagaimanapun nampaknya aku harus melewati gerbang ini.
Betapa emosi sangat
memuncak ketika tiga tahun lalu, hingga aku tak kenal siapa diri ini sendiri
dan hampir seluruh harap terpupus ke dasar bumi. Namun, itulah kenyataan dimana
ketika Allah sudah sulit membelokkan kita kepada kebenaran maka, kenyataan
adalah jalan paling ampuh untuk mengatakan tiada kesombongan dan sumpah
serapah. Aku mulai mendalami profesiku, untuk mengetahui mengapa aku
ditempatkan disini, dan pula untuk bertanya pada diri untuk apa semua ini.
Puzzle demi puzzle ku kumpulkan dengan bantuan sang pendamping hati, hingga aku
mulai sedikit paham Allah mengirimku kesini untuk mentransfer apa-apa ilmu pengetahuan
yang aku miliki, pada murid-murid yang haus dan mengajarkan untuk bermanfaat
bagi sesama. Itu pulalah yang coba Allah tunjukkan kepada diri setelah menikah.
Awal yang berat, memang
ketika memutuskan tidak menjadi seorang yang populis tapi, roda zamanpun tak
akan lama bersama kita dan dia harus menyapa orang lain lagi sebagai bentuk
keadilan yang Allah sematkan padanya. Melalui hal ini, aku mencoba belajar
ikhlas mensyukuri apa yang aku miliki walaupun belum sepenuhnya, tapi juga
sembari mengistirahatkan otot untuk bersiap melangkah dan memimpin langkah baru
bersama keluarga. Tanpa pujian, dan pandangan mata kagum. Ya, itulah hal yang
sulit dipisahkan dari harap kita kepada orang lain untuk setiap perbuatan kita.
Itu pulalah yang sedang aku pelajari, maka ku coba untuk menghadiri malam-malam
di penghujung waktu supaya dapat kusampaikan pengalamanku pada Yang Maha
Melihat, meski Allah pun sudah mengetahuinya. Tapi, bukankah diwaktu ini pula
Ia akan turun dari langit langsung dan menyapa hamba-Nya “Barangsiapa yang
berdo’a kepadaKu, Niscaya akan ku perkenankan do’anya”. Maka, ketakutan apakah
lagi yang aku khawatirkan jika, sudah tertancap kata “NISCAYA”, yakni sebuah
kata diatas Percaya.
Allah, hamba serahkan
hasil ini pada Engkau, sekalipun Engkau berikan belum yang terbaik tapi,
setidaknya aku tahu bagaimana cara melawati tes ini. Kalaupun, Kau beri yang
terbaik maka itulah takdir yang Engkau tuliskan dibalik usaha ini. Hanya sebuah
harap akan pertolonganmu, dan keyakinan bahwa Kau Lebih Mengetahui akan segala
hal dan Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Komentar
Posting Komentar