Bagaimana Cara Kau Merasakan Cinta Allah pada dirinya
Bagaimana Cara Kau
Merasakan Cinta Allah pada dirinya
Lembaran putih yang
usang dan disitulah kau mulai menulis hasrat dan harap yang kadang tertunda.
Tak pernah berdamai dengan masa lalu, tak mau merangkul kenangan rasanya begitu
sempit yang kau dapatkan dan kau tak ingin kembali ke masa lalu itu. Kau yang
sekarang seakan terlahir dengan sesuatu yang baru, tapi kau yang sekarang ialah
kau yang sulit meninggalkan bahkan kau lari ketakutan dari masa lalumu.
Berjalan jauh, jauh melebihi batas hingga kau tak nampak dan memang itu yang
kau ingin katakan pada semua masa lalumu yang telah ‘menyakiti’, sedangkan
dalam hati kecilmu kau ingin ‘kembali’. Allah memang menetapkan ketiga perkara
bagi hamba-Nya tapi, hanya perkara terkait ;jodoh’ sajalah yang merupakan setengah
dari agama ini. Kau selalu mencari apa arti ‘cinta’ dan mengapa semua orang
bisa sebegitu mudahnya merasakan cinta dan mengungkapkannya. Terkadang dirimu
berfikir mengapa semua yang pernah kau tuliskan dan pernah kau ucapkan
terbentang menjadi kenyataan di matamu. Ketika satu persatu temanmu mulai
meratapi nasib dan memilih mengorbankan kata cinta itu sendiri, ternyata dalam
hatimu kau masih ragu pada siapa Allah menunjukkannya. Usiamu telah menunjukkan
tingkat keinginan untuk memiliki pendamping dalam hidupmu. Terkadang dalam
diammu, kau selalu membayangkan dan memikirkan seorang akhwat yang akan menjadi
pendamping hidupmu. Sesekali kau membuka facebook dan mengecek statusnya, entah
dengan penuh rasa penasaran kau pun terkadang mengaitkan statusnya dengan
keadaan dirimu. Konyol memang, kau tak pernah berani mengatakan hal apapun yang
kau sukai khususnya perasaanmu.
Hari - hari begitu kian jemu dan kau pun mulai
dijejali dengan pertanyaan yang mungkin aneh, dan pasti. “Kapan kamu nikah,
sal?”, ucap seorang temanmu Azwar. Azwar hanya satu dari sekian banyak temanmu
yang menanyakan hal yang sama. Kau mulai memutar segala jejak rekamanmu pada
siapa Allah Yang Maha Pengasih menunjukkan seorang pendamping hidupmu. Genap
sudah 3 tahun, kau berkecimpung di bidang lembaga dakwah kampus dan tak ada
satupun atau apapun yang kau rasakan terutama rasa “Mahabbah” pada akhwat. Memang
sejauh ini, kau telah melewati masa – masa sulit yang mungkin tak kau bayangkan
dalam masa lalumu. Tapi, kau mengalami sebuah elegi dimana semua hasratmu dan
pengaduanmu pada Allah, akan tertunjuk pada seseorang dan kau tak tahu siapakah
orang itu. Telah berlalu banyak perempuan ataupun akhwat di sekitarmu, namun
hanya sebuah rasa kagum yang kau simbolkan dengan menjaga izzah dan hijab. Kau
seperti apa yang kau fikirkan dahulu menjadi seorang yang tak ingin berpacaran
meskipun kau dikagumi oleh banyak orang.
“Menikah di tahun
2015”, ucap Ajie dalam status facebooknya yang membuat heran setiap ikhwan,
termasuk kau sebagai temannya. Berjibun komentar sudah pasti ada dalam status
Ajie, bahkan kau sempat mengklarifikasi status temanmu. “Cuma planning akh, kan
segala sesuatunya harus di planning”, balas Ajie dalam pesan singkatnya. “Tuh,
mas Ajie aja sudah diplanning lah, mas kapan?” tanya Yusuf, salah seorang
temanmu. Sejujurnya, kau pun berfikir apakah kau terlalu menutup diri, dan
kalaulah jodoh itu harus diperjuangkan pertanyaan besar dalam dirimu pada Allah
ialah “Pada siapa aku harus menempatkan cinta-Mu Ya Rabb ku Yang Maha Suci?”,
“Lalu seandainya aku sudah punya pilihan, bolehkah aku memperhatikannya atau
setidaknya memberikan sebuah kode padanya?”, dan “Apakah dia pun merasakan hal
yang sama setidaknya Kaulah Rabbku yang Maha Pembolak balik Qalbu?”.
Sebagai seorang calon
sarjana, kau pun akan menempuh sebuah siklus kelulusan yang pasti dialami
setiap mahasiswa. Kelak jika tak ada aral melintang, kau akan lulus di usia 21
tahun dan saat itu pula kau akan mengalami rasa kehilangan pada seseorang.
Kehilangan yang pasti sebuah kewajaran, tapi entah kau merasa ada hal yang
perlu kau sampaikan pada seseorang itu, bukan lagi celotehan jahiliyah ala anak
muda saat kau SMA dulu atau tangisan cengeng, tapi sebuah arti kejantanan untuk
menyampaikan kesungguhan dan kebulatan hati. Ya Rabb, Kau terbitkan matahari
dari Timur dan tenggelamkannya pula di Barat, Kaulah Allah Yang Maha Kuasa Atas
Segala Sesuatu, bukan maksudmu untuk menjadi malas justru kau ingin berdo’a
untuk dikuatkan dalam hati, lisan, dan perbuatan karena ini bukanlah bersifat
kekanak-kanakan atau jahiliyah lagi.
Kau tak tahu, dia
menunggumu atau Allah mengirimkan seutas asa padanya seandainya dia menunggumu
di tapal batas penantian. Entah dengan cara apa, kau pasti mengetahui bahwa
Allah Yang Maha Kuasa, bekerja dengan cara yang tak kau ketahui, kau sebagai
seorang muslim pun tak akan terpikir bagaimana cara Nabi Muhammad Shalallahu ‘
Alaihi Wassalam mengendarai buroq dalam jangka waktu semalam menembus langit
menuju langit ketujuh bertemu dengan Allah. Begitulah cara kerja Allah, tak
terfikirkan oleh akal di awal tapi, kau akan terpingkal – pingkal tak habis
fikir sejatinya Allah telah memberikan sebuah tanda bahwa dia adalah jodohmu.
Mungkin terlalu kuat kau merasakan rasa sakit dalam hatimu, ketidak percayaanmu
pada sebuah omong kosong seorang perempuan, walaupun sebenarnya kau merasakan
kesepian dalam hati. Mungkin kau menyimpan sebuah rahasia hidup yang hanya kau
dan Allah yang mengetahui selain karena kau ingin menjaga izzah dan hijab mu,
kau masih mencoba memilih dan merasakan sesuatu yang dinamakan “Allah meniupkan
rasa cinta dan kasih sayang padanya”.
Tapal batas penantian,
kau menengadah dan merasakan semilir angin meniup rambutmu yang mulai panjang.
Tepi batas penantian ini pula, setelah kelulusan nanti, kau akan memutuskan siapa
pendamping yang melengkapi setengah agamamu, dan kau akan meniatkan diri untuk
berkata jujur pada orang tua mu dan keluarganya. Saat Allah telah meniupkan
“mahabbah” itu, kau ingin menjaganya. Impian dan kenyataan, kau memilikinya dan
harapan yang selalu tumbuh serta keyakinan bahwa Allah takkan salah memberikan
jodoh yang terbaik bagi hamba-Nya.
Tapal batas penantian,
yang akan mengakhiri elegi masa lalumu dan kaupun merasakan kelembutan dalam
helaan nafasmu. Biarkan semua orientasi itu tertuju kepada Yang Maha Kekal lagi
Menghidupkan yakni Allah Subhanallahu Wa Ta’ala. Kau punya masa lalu dan
biarkanlah Allah menutup buku masa lalumu dan mengambil sari kebaikan dari
kehidupanmu yang dulu. Sekarang kau seharusnya mengikhlaskan setiap langkah
hanya untuk Allah, karena di tapal batas penantian ini semua peluang kembali di
nol kan dan ikhtiar pun dimulai.
“Masa lalu, aku tahu
kau punya suara dalam sebuah kenangan dan kau hanya bersembunyi. Kemarilah, aku
ingin mempelajari hal ikhwal tentang kesalahanku dan tentunya untuk itulah
Allah menciptakan masa lalu. Aku takkan menghapusmu, karena kau dan mereka
semua yang sudah tertulis dan terekam meninggalkan jejak dan tinta yang menjadi
pembelajaran berharga dalam hidupku. Aku hanya ingin mengambil saripati
kebaikan dan sedikit mengubah orientasinya hanya kepada Sang Pencipta dan
Pemilik yang sejati. Kisahmu telah habis dan aku ingin kau masuk ke dalam sebuah
kotak pembelajaran dan lembaran evaluasi yang suatu saat akan kubutuhkan, entah
kapan esok? Lusa? Ataupun tak pernah sama sekali. Ya Rabb ku Yang Mengatur
Segala yang bergerak di bumi dan langit ini, aku menutup kisah masa laluku dan
kuatkan aku dalam menempuh masa depan ini. Masa lalu, kau telah memiliki kisah
sendiri dan sekarang ingin ku desain kisah untuk esok, meskipun segalanya akan
jadi kenangan. Tapi, setidaknya tak ada salahnya mengubah potongan dosa menjadi
kepingan pahala?”.
“Teruntuk kalian dan
semua kisah kalian, ku percaya Allah Maha Penyayang terhadap hamba-Nya, karena
seandainya Dia menginginkan aku dan kalian tersesat tentunya tak ada satupun
yang mampu menghalanginya. Kalian, aku hanya menitipkan kata ‘sungguh, aku
minta maaf, karena asa tak sampai dan hanya sekedar ucap yang terbuai tinggi’
dan ku hanya mendo’akan kalian sebagai temanku untuk kembali merapatkan hati
pada Sang Pemilik Qalbu sebenarnya. Jalan ini tak tahu sejauh mana, aku dan
kalian pun tak tahu kapan detik itu akan terasa lambat dan tangan itu terasa
dingin hingga hanya sebuah kalimat nan suci “La Illahaillallah
Muhammadarasulullah” terucap. Dia telah menurunkan Rasul yang menjadi teladan
bagi kita semua, dari sendi kehidupannya, dan menjadi suatu bagian hidup kita
untuk berusaha seperti yang dicontohkan Rasul. Kalian, aku hanya ingin menitip
bisikan hati ‘Maaf, seharusnya aku tak membawa kalian ke dalam sebuah kesalahan
dan masih ada jalan untuk kembali, karena Allah Subhanallahu Wa Ta’ala dan
Rasulullah menanti kita sebagai saudara Rasul kelak di Surga-Nya, hal indah
yang dibuaikan dalam setiap ucap dan patahan kata’. Aku tak tahu, setelah ini
apakah kalian atau salah satu dari kalian ataukah solehah lain yang ada di tapal
batas penantian ini.
Komentar
Posting Komentar