Bayt-Al Hikmah
Bayt Al-Hikmah
(House of Wisdom)
“Anugerah Allah yang
Terhempaskan Sungai Tigris-Eufrat”
Barisan
rapi kitab-kitab ulama berdampingan dengan kitab-kitab terjemahan cendekiawan
yunani, mesir, dan persia kuno. Ruangan berisi kitab-kitab ilmu pengetahuan
dari fiqih, hadist, mantiq, seni, matematika, astronomi, sastra, fisika, kimia,
dan biologi, serta ilmu terapan lainnya membuka petualangan imajinasiku. Negeri
1001 malam, rekaman sejarah Kekhalifahan Abbasiyah, Baghdad (center of knowledge), pusat studi terlengkap
di zamannya. Melahirkan banyak ulama, termasuk salah satu fuqaha besar Abu Hanifah, ilmuwan cerdas Al-Khawarizmi, Ibnu Tariq,
dan lainnya.
Jika
mentari yang ku lihat dan bulan yang ku pandang sama dengan mentari dan bulan
1000 tahun yang lalu, tapi masih adakah Baitul Hikmah di Baghdad.
TIDAK....itulah kenyataan, rekam sejarah itu kini hanyalah cerita yang
menginspirasi kita dan perpustakaan terbesar Islam yang dibangun oleh Khalifah
Al-Makmun dengan biaya 200.000 dinar itu terhanyut dalam derasnya sungai
Eufrat-Tigris. Anugerah Allah berupa perpustakaan itu merupakan bentuk
pengejawantahan firman Allah Subhannallu wa ta’alaa “Iqra (Bacalah)”. Tempat dimana, berkumpulnya para intelektual
terbaik dari penjuru dunia dan dari berbagai agama tak hanya Islam. Tapi, dari
“Rumah Kebijaksanaan” itulah
menandakan majunya peradaban Islam di abad pertengahan, mengalahkan
perpustakaan terbesar sebelumnya di Alexandria, Mesir. Diam-diam, aku
membayangkan masuk ke dalamnya dan konon, orang yang masuk ke dalamnya untuk
membaca bukan sekedar diberi suguhan buku, melainkan dinar atau dirham sebagai
ucapan terimakasih dan bahkan di hari-hari khusus para pengunjung tak ubahnya
tamu khalifah yang diberi makanan, minuman, dan tempat istirahat. Konsep yang
akhirnya 1000 tahun kemudian ditiru oleh berbagai perpustakaan terbesar abad
ini, sebut saja perpustakaan UI “Crystal
of Knowledge”.
Koleksi
superlengkap Baitul Hikmah, tak lepas dari efek zaman kegelapan (dark age) Eropa. Bahkan, seandainya
khalifah Al-Makmun dan Harun Ar Rashid tidak mengambil sumbangan buku dari
uskup agung Sicilia, mungkin saja jutaan teks ilmu pengetahuan telah hancur
dibakar penguasa gereja. Kitab Yunani kuno, Mesir kuno, buku tentang ilmu
lainnya dianggap bid’ah oleh pihak
gereja, bahkan orang yang mengajarkan matematika dan medis di kalangan
Kristiani saat itu disebut Tukang Sihir dan hukumannya wajib dipancung hingga
mati. Sedangkan, di dunia Islam saat itu, kota-kota penting seperti Mekkah,
Madinah, Baghdad, dan Damaskus telah disinari oleh terangnya lampu-lampu minyak
di saat Paris, London, Wina, Roma, dan Madrid masih dijejali oleh takhayul dan mitos. Kembali
ke koleksi, maka dari abad 9 – 12 baitul hikmah telah memiliki sekitar 4 juta
kitab baik asli maupun terjemahan.
Tahun
1258, menurut catatan sejarah beberapa hari yang kelam menandai runtuhnya pusat
ilmu pengetahuan. Terbunuhnya anak sang khalifah yang rencananya akan
dinikahkan dengan salah seorang putri bangsa Persia, menjadi pemicu serangan
bangsa Mongol. Tahun yang gelap gulita, bahkan dalam sebuah buku karangan
Dr.Syauqi Abu Khalil “Islam menjawab
Tuduhan” dengan mengutip perkataan Ibnu al-Atsir yang menjadi saksi mata
saat kelam itu. Kota Baghdad menjadi penuh debu oleh kaki para kuda perang,
sungai Eufrat-Tigris menjadi berwarna merah dan hitam. Merah, karena bercucuran
darah para syuhada dan
hitam, karena lumuran tinta dari lembaran-lembaran dari Baitul Hikmah yang
dibiarkan terhanyut di sungai hingga ke lautan.
Kembali,
aku tersadar dalam imajinasiku bahwa semuanya kini tinggallah memori, bahkan
jika kita pergi ke Baghdad sekalipun, Baitul Hikmah itu takkan ada lagi. Zaman
kini telah berubah dan roda pun berputar seiring perputaran bumi, namun dibalik
itu semua Allah Subhannallu wa Ta’ala ternyata tak membiarkan cahaya-Nya redup,
hancurnya Baitul Hikmah tak sepenuhnya hancur karena, kunci itu semua yakni
Al-Qur’anul karim dan Sunnah Rasul-Nya
masih terpaderi dalam diri tiap muslim. Berpadu dengan kecanggihan teknologi
komunikasi saat ini, bukan tak mungkin berdiri Baitul Hikmah yang baru yang
bukan saja memiliki koleksi secara hardcopy
namun, juga softcopy, yang bukan saja
memberikan uang, dan makanan kepada pengunjungnya, tapi juga memberikan secarik
ide memajukkan Islam, dan mencerahkan dunia (Rennaisance) kembali dari virus Agnostik dan Sekularisme.
Komentar
Posting Komentar